Halaman

Minggu, 29 Juli 2018

kristalisasi Islam Nusantara, memérahkan wajah vs memutihkan darah


kristalisasi Islam Nusantara, memérahkan wajah vs memutihkan darah

Aroma irama peradaban politik lokal, interlokal, regional, nasional di NKRI mampu membius saraf religius umat Islam. Memposisikan diri sesuai as-siyasah (politik dalam Islam) dalam bentuk cinta dunia,  takut mati muda, takut mati kapiran. Takut mati kutu.

Komunitas umat Islam yang merasa Islam sejati, Islam banget, Islam paripurna maupun Islam nglothok tenan karena trah atau unsur rasa lainnya, fokus ke urusan akhirat dengan menyederhanaka urusan dunia.

Asas yang dibangun adalah untuk urusan dunia adalah sama rasa, sama rata. Bebas berkonsi dengan siapa saja, pihak mana saja. Soal win-win solution atau sistem bagi hasil, bagi rata atau bagi untung sesuai saham, sebagai landasan kerja sama.

Main politik secara aman, nyaman, tenteram dan tidak menggangu stabilitas dapur keluarga. Bagaimana mau memikirkan nasib bangsa dan negara, jika nasib diri tak tentu ujung pangkalnya.

Akhirnya, merasa berjibaku di tanah tak bertuan, hutan larangan, kawasan bebas gaul, seperti menjadi budak untuk diri sendiri. Perlu langkah ideologis dengan memanipulasi watak diri. Pandai-pandai jaga diri dan rawat diri. Utamakan selamat sejahtera diri. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar