kristalisasi Islam
Nusantara, memérahkan wajah vs memutihkan darah
Aroma irama peradaban politik lokal, interlokal,
regional, nasional di NKRI mampu membius saraf religius umat Islam. Memposisikan
diri sesuai as-siyasah (politik dalam Islam) dalam bentuk
cinta dunia, takut mati muda, takut mati
kapiran. Takut mati kutu.
Komunitas umat Islam yang merasa Islam sejati,
Islam banget, Islam paripurna maupun Islam nglothok tenan karena trah atau unsur rasa lainnya, fokus ke urusan
akhirat dengan menyederhanaka urusan dunia.
Asas yang dibangun adalah untuk urusan dunia adalah
sama rasa, sama rata. Bebas berkonsi dengan siapa saja, pihak mana saja. Soal win-win solution atau sistem bagi hasil, bagi rata atau bagi untung
sesuai saham, sebagai landasan kerja sama.
Main politik secara aman, nyaman, tenteram dan
tidak menggangu stabilitas dapur keluarga. Bagaimana mau memikirkan nasib
bangsa dan negara, jika nasib diri tak tentu ujung pangkalnya.
Akhirnya, merasa berjibaku di tanah tak bertuan,
hutan larangan, kawasan bebas gaul, seperti menjadi budak untuk diri sendiri. Perlu
langkah ideologis dengan memanipulasi watak diri. Pandai-pandai jaga diri dan
rawat diri. Utamakan selamat sejahtera diri. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar