Halaman

Senin, 23 Juli 2018

Islam Nusantara vs gudeg Yogyakarta


Islam Nusantara vs gudeg Yogyakarta

Pendekatan bahasa malah mengundang dan mengandung unsur geli, gusar, giur, gegar, gègèr, gamang, gundah, galau, gaduh, gonjang-ganjing, gegap-gempita dan terakhir gèdèg-gèdèg ndasé dhéwé. Ndas dhuwur, dudu ndas ngisor.

Pembaca yang budiman, terutama yang berbudi luhur. Gengsi apa yang membara di hati, sehingga kita perlu menampakkan jati diri secara nyata. Apa arti sebuah nama (nama orang), jelas berarti. Kalau sekedar agar tampak identitas, sah-sah saja. Untuk menambah wibawa, kerèn, komersial, nilai jual, merk.

Untuk memperkuat, seperti mawar merah, melati putih. Mawar walau tanpa tambahan warna, tetap mawar itu berwarna merah. Mungkin, karena ada pesaing atau hasil kawin silang atau jenis lain, muncul warna lain. Sehingga perlu dipertegas dengan sebutan warnanya.

Kalau ada sate kambing untuk membedakan bahwa si sate, dagingnya daging kambing. Bukan daging oplosan, abal-abal. Trade mark sate Padang, spesifikasi karakter pada bumbu. Bukan bumbu kacang dan bukan bumbu kecap.

Mungkinkah karena politik dagang atau dagang politik. Umat Islam lupa bahwa ada as-siyasah (politik dalam Islam). Atau kalah arus, kalah awu. Jangan sampai untuk pamer muka, hasil dari cari muka.

Pasca Islam Nusantara, ada Islam Jawa atau kejawèn. Ingat zaman Orde Lama, ujar BK: “Islam sontoloyo . . .”

Jauh tempo sebelum Islam masuk pulau Jawa, marak aliran dinamisme dan atau animisme. Ciri yang tampak sampai sekarang masih terlacak. Walau pendidikan formal tinggi, bukan berarti akan berbanding lurus dengan kadar agamanya. Ironis binti miris, malah dengan aspek sosial, interaksi sosial, cara tindak tutur tulis, seperti tak ada relasi dengan kadar otak, daya pikir, olah logika.

(tulisan berikut, diolah dari sumber : 40 Hadis Tentang Peristiwa Akhir Zaman). Berkat keinsafan kita, dapat kita mengambil iktibar dengan kejadian masa kini. Penjelasan atas suatu Sunnah Rasulullah saw adalah bahawa apabila di suatu tempat atau negeri sudah terlampau banyak kejahatan, kemungkaran dan kefasiqan, maka kebinasaan akan menimpa semua orang yang berada di tempat itu. Tidak hanya kepada orang jahat sahaja, tetapi orang-orang yang shaleh juga akan dibinasakan, walaupun masing-masing pada hari qiamat akan diperhitungkan mengikut amalan yang telah dilakukan.

Oleh itu, segala macam kemungkaran dan kefasiqan hendaklah segera dibasmikan dan segala kemaksiatan hendaklah segera dimusnahkan, supaya tidak terjadi malapetaka yang bukan sahaja akan menimpa orang-orang yang melakukan kemungkaran dan kejahatan tersebut, tetapi ianya menimpa semua penduduk yang berada di tempat itu.

Daripada Abdullah bin Amr bin 'ash r.a. berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, "Bahawasanya Allah swt tidak mencabut (menghilangkan) akan ilmu itu dengan sekaligus dari (dada) manusia. Tetapi Allah swt. menghilangkan ilmu itu dengan mematikan alim ulama. Maka apabila sudah ditiadakan alim ulama, orang ramai akan memilih orang-orang yang jahil sebagai pemimpin mereka. Maka apabila pemimpin yang jahil itu ditanya, mereka akan berfatwa tanpa ilmu pengetahuan. Mereka sesat dan menyesatkan orang lain." (HR Muslim)

Jadi, . . . sengaja . . . (yang ini tulisan saya)

Memang benar apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw. Keadaan umat Islam pada hari ini, menggambarkan kebenaran apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw. Umat Islam walaupun mereka mempunyai bilangan yang banyak, iaitu 1,000 juta (1/5 penduduk dunia), tetapi mereka selalu dipersendakan dan menjadi alat permainan bangsa-bangsa lain.

Mereka ditindas, diinjak-injak, disakiti, dibunuh dan sebagainya. Bangsa-bangsa dari seluruh dunia walau pun berbeza-beza agama, mereka bersatu untuk melawan dan melumpuhkan kekuatannya.

Sebenarnya, segala kekalahan kaum Muslimin adalah berpunca dari dalam diri kaum muslimin itu sendiri, iaitu dari penyakit “wahan” yang merupakan penyakit campuran dari dua unsur yang selalu wujud dalam bentuk kembar dua, iaitu “cinta dunia” dan “takut mati”. Kedua-dua penyakit ini tidak dapat dipisahkan. "Cinta dunia" bermakna tamak, rakus, bakhil dan tidak mahu mendermakan harta di jalan Allah swt.

Manakala “takut mati” pula bermakna leka dengan kehidupan dunia dan tidak membuat persiapan untuk menghadapi negeri akhirat dan tidak ada perasaan untuk berkorban dengan diri dan jiwa dalam memperjuangkan agama Allah swt. Kita berdoa agar Allah swt. menurunkan mushrah-Nya kepada kaum muslimin dan memberikan kepada mereka kejayaan di dunia dan di akhirat. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar