Islam Nusantara vs gudeg Yogyakarta
Pendekatan
bahasa malah mengundang dan mengandung unsur geli, gusar, giur, gegar, gègèr, gamang,
gundah, galau, gaduh, gonjang-ganjing, gegap-gempita dan terakhir gèdèg-gèdèg ndasé dhéwé. Ndas dhuwur, dudu ndas ngisor.
Pembaca
yang budiman, terutama yang berbudi luhur. Gengsi apa yang membara di hati,
sehingga kita perlu menampakkan jati diri secara nyata. Apa arti sebuah nama
(nama orang), jelas berarti. Kalau sekedar agar tampak identitas, sah-sah saja.
Untuk menambah wibawa, kerèn, komersial, nilai jual, merk.
Untuk memperkuat,
seperti mawar merah, melati putih. Mawar walau tanpa tambahan warna, tetap
mawar itu berwarna merah. Mungkin, karena ada pesaing atau hasil kawin silang
atau jenis lain, muncul warna lain. Sehingga perlu dipertegas dengan sebutan
warnanya.
Kalau ada
sate kambing untuk membedakan bahwa si sate, dagingnya daging kambing. Bukan daging
oplosan, abal-abal. Trade mark sate Padang, spesifikasi
karakter pada bumbu. Bukan bumbu kacang dan bukan bumbu kecap.
Mungkinkah
karena politik dagang atau dagang politik. Umat Islam lupa bahwa ada as-siyasah (politik dalam Islam). Atau kalah arus, kalah awu. Jangan sampai untuk pamer muka, hasil dari cari muka.
Pasca Islam
Nusantara, ada Islam Jawa atau kejawèn. Ingat zaman Orde Lama, ujar BK: “Islam sontoloyo . . .”
Jauh tempo
sebelum Islam masuk pulau Jawa, marak aliran dinamisme dan atau animisme. Ciri yang
tampak sampai sekarang masih terlacak. Walau pendidikan formal tinggi, bukan
berarti akan berbanding lurus dengan kadar agamanya. Ironis binti miris, malah
dengan aspek sosial, interaksi sosial, cara tindak tutur tulis, seperti tak ada
relasi dengan kadar otak, daya pikir, olah logika.
(tulisan
berikut, diolah dari sumber : 40 Hadis Tentang Peristiwa Akhir Zaman). Berkat
keinsafan kita, dapat kita mengambil iktibar dengan kejadian masa kini. Penjelasan
atas suatu Sunnah Rasulullah saw adalah bahawa apabila di suatu tempat atau
negeri sudah terlampau banyak kejahatan, kemungkaran dan kefasiqan, maka
kebinasaan akan menimpa semua orang yang berada di tempat itu. Tidak hanya
kepada orang jahat sahaja, tetapi orang-orang yang shaleh juga akan
dibinasakan, walaupun masing-masing pada hari qiamat akan diperhitungkan
mengikut amalan yang telah dilakukan.
Oleh
itu, segala macam kemungkaran dan kefasiqan hendaklah segera dibasmikan dan segala
kemaksiatan hendaklah segera dimusnahkan, supaya tidak terjadi malapetaka yang bukan
sahaja akan menimpa orang-orang yang melakukan kemungkaran dan kejahatan tersebut,
tetapi ianya menimpa semua penduduk yang berada di tempat itu.
Daripada
Abdullah bin Amr bin 'ash r.a. berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda,
"Bahawasanya Allah swt tidak mencabut (menghilangkan) akan ilmu itu dengan
sekaligus dari (dada) manusia. Tetapi Allah swt. menghilangkan ilmu itu dengan mematikan
alim ulama. Maka apabila sudah ditiadakan alim ulama, orang ramai akan memilih
orang-orang yang jahil sebagai pemimpin mereka. Maka apabila pemimpin yang jahil
itu ditanya, mereka akan berfatwa tanpa ilmu pengetahuan. Mereka sesat dan menyesatkan
orang lain." (HR Muslim)
Jadi, .
. . sengaja . . . (yang ini tulisan saya)
Memang
benar apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw. Keadaan umat Islam pada hari ini,
menggambarkan kebenaran apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw. Umat Islam walaupun
mereka mempunyai bilangan yang banyak, iaitu 1,000 juta (1/5 penduduk dunia),
tetapi mereka selalu dipersendakan dan menjadi alat permainan bangsa-bangsa lain.
Mereka
ditindas, diinjak-injak, disakiti, dibunuh dan sebagainya. Bangsa-bangsa dari
seluruh dunia walau pun berbeza-beza agama, mereka bersatu untuk melawan dan melumpuhkan
kekuatannya.
Sebenarnya,
segala kekalahan kaum Muslimin adalah berpunca dari dalam diri kaum muslimin
itu sendiri, iaitu dari penyakit “wahan” yang merupakan
penyakit campuran dari dua unsur yang selalu wujud dalam bentuk kembar dua,
iaitu “cinta dunia” dan “takut mati”. Kedua-dua penyakit ini tidak dapat
dipisahkan. "Cinta dunia" bermakna tamak, rakus, bakhil dan tidak
mahu mendermakan harta di jalan Allah swt.
Manakala
“takut mati” pula bermakna leka dengan kehidupan dunia dan tidak membuat
persiapan untuk menghadapi negeri akhirat dan tidak ada perasaan untuk berkorban
dengan diri dan jiwa dalam memperjuangkan agama Allah swt. Kita berdoa agar
Allah swt. menurunkan mushrah-Nya kepada kaum muslimin dan memberikan kepada
mereka kejayaan di dunia dan di akhirat. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar