INDONESIA–ku, demi
sebuah kursi serba dan anéka mégatéga
Namanya Indonesia kawan, semakin
berpengalaman menyelenggarakan pemilihan umum, malah semakin banyak membuat ‘salah
administrasi’. Semakin UU diperbarui dengan seksama sesuai selera penguasa pada
periode ybs. Bisa terjadi sebagai titipan dari pihak yang nyata kuasanya.
Proses pesta demokrasi sudah bisa
ditebak langkah konstitusionalnya. Tata niaga politik tetap mengandalkan segala
cara untuk meraih sebuah kemenangan. Semakin banyak pasal, menunjukkan pelaku
pesta demokrasi harus banyak akal.
Praktik akal bulus sampai guna
akal-akalan, sebagai alternatif utama. Lebih aman jika sudah sesuai skenario,
konspirasi, rekayasa dari investor politik multinasional maupun internasional.
Bagaimana calon pemilih yang tak
sesuai peta politik di dapil atau TPS. Pihak dimaksud sudah ahli agar ybs
dianggap lalai menggunakan hak pilihnya. Ini kasus recehan, tapi berdaya guna
dan berhasil guna.
Kursi wakil rakyat di daerah,
khususnya kabupaten kurang beruntung, tetap menggiurkan.
Terjebak di kubangan syahwat
politik, menjadi semakin menguasai ilmu kebal. Anti gores, anti lecet, anti
kritik. Daya akal, kadar logika, standar nalar politiknya semakin lama, semakin
naik strata semakin terbuka. Otomatis, semakin melupakan dirinya siapa. Lupa kalau
semuanya dari tanah. Akhirnya, hidup di istana angan-angan. Istana fantasi bak
negeri dongeng.
Tidak ada harga eceran tertinggi
untuk sebuah tarif uang kursi wakil rakyat maupun harga dasar kursi jadi kepala
daerah. Kalau tanya berapa atau paket apa, dianggap biaya politiknya hanya
segitunya. Dianggap bertaji kalau mampu memborong (baca: keluar sebagai
pemenang tunggal, juara umum dan sekaligus menyingkirkan pesaing, kompetitor).
Manfaatkan momentum uang muka kursi
jabatan politis 0%. Soal seberapa kecil cicilan, sanksi angsuran dan biaya
terduga, biaya OM. Mengacu asas kelazim mahar politik. Lakukan sambil jalan. Kalau
terjadi kejadian luar biasa, seperti biasa partai tak tahu menahu. Lepas tangan
dan cuci tangan. Tanggung jawab kader yang sudah susah payah diorbitkan. Memang
beda dengan kader yang dikarbit. Lihat pasal dinasti politik. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar