Halaman

Sabtu, 21 Juli 2018

Mabuk Pilpres 2019, kemiskinan kultural vs kemiskinan struktural


Mabuk Pilpres 2019, kemiskinan kultural vs kemiskinan struktural

Adalah sebuah partai politik di Nusantara, melakukan pendidikan politik bagi anggotanya. Rahasia umum, bukan karena melek politik atau bahkan cerdas ideologi, seseorang bisa jadi elit parpol.

Sejarah membuktikan bahwa manfaat utama, nilai guna pertama komplotan manusia politik, hanya sebagai kendaraan politik. Makanya, presiden kedua RI bisa sukses menggulirnya Orde Baru. Lebih dari tiga dasawarsa. Tepatnya, keluar sebagai juara umum 6 (enam) kali pemilu.

Seolah-seolah, pendidik politik mirip pendidikan vokasi. Pendidikan untuk penguasaan pengetahuan, keahlian dan keterampilan yang memiliki nilai ekonomis, nilai jual sesuai dengan kebutuhan dan permintaan pasar. Penerapan secara dinamis perlu berlanjut, tidak sekedar melalui adanya jenjang kaderisasi.  

Bahan baku pendidikan politik, agaknya masih jauh dari daya moralitas, aspek santun, rasa sensitivitas, jiwa ksatria, sifat kerakyatan. Mansuia politik sebagai peserta didik, hanya dianggap sesuai asas patuh dan taat.  Loyalnya harus total kopral. Itupun masih harus bersaing dengan pemodal atau kawanan pesohor non-partai.

Akhirnya, petugas partai terbiasa disuapi. Dinonabobokan. Dielus-elus sampai plentas-plentus. Apalagi kalau parpol sebagai usaha keluarga. Oknum ketua umum sebagai penyandang hak prerogatif.

Struktur ideologi Nusantara, menampilkan sosok pekerja politik. Bukan petarung bangsa. Kebijakan pemerintah merupakan resultan dari aneka kebijakan politik. Sistem bagi hasil atau arisan. Sesuai dengan spesialisasi parpol pro-pemerintah.

Hak politik rakyat bisa tergerus, terkontaminasi oleh modus, manupulasi, rekayasa politik penguasa. Doa politik rakyat, menerus, akan terlihat manfaatnya setelah gonjang-ganjing politik reda. Cuma redup. Suplai tenaga luar, akan semakin membara jika jagoannya kéok. Pilkada serentak rabu 27 Juni 2018, bukan contoh, bukan fakta. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar