sudah ber-Pancasila tetapi masih doyan sejenis
Bumi Pancasila hanya ada di NKRI. Dilacak dengan satelit yang biasa untuk
membuat peta dari angkasa raya. Muncul warna merah. Biasanya, warna biru
menunjukkan lokasi, luasan, kedalaman laut. Gradasi warna biru identik dengan
kedalaman laut. Semakin biru tua berarti kedalamannya semakin dalam. Anak SD
tahu ini kawan.
Peta Pancasila bukan hanya dengan wacana warna merah. Mampu mendeteksi
pergerakan warna merah. Khususnya pergerakkan manusia sebagai anak bangsa Indonesia.
Batas administrasi tidak tampak.
Belum ada keputusan resmi dari pemerintah tentang tata cara baca warna
merah. Apakah jika warna merah semakin tua menandakan terdeteksi koalisi
populasi yang pancasilais semakin pancasilais. Atau sebaliknya. Pemerintah sepertinya
menunggu hari baik dan waktu atau wangsit yang tepat untuk membuat keputusan
presiden. Agar jangan malah menjadi bom waktu dikemudian periode.
Dalam kehidupan sehari-hari bermasyarakat, penduduk yang sudah ber-KTP
elektronik mamupun yang belum, tetap adem ayem ngelakoni lakonnya sebagai umat beradab dan berbudaya. Kalau ada
gesekan, wajar karena jalan raya dipakai oleh semua moda angkutan. Kalau terjadi
adu pantat, wajar di pasar rakyat sedang ada jual murah barang atau sembako
oplosan, kedaluwarsa atau sisa ekspor.
Naik ke permukaan, melongok kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti
melihat laga antar anak bangsa. Tidak jelas siapa melawan siapa. Tidak pasti
mana kawan mana lawan. Tidak ada beda mana sekutu mana seteru. Sulit dibedakan
mana sosok atau kelompok yang pro-Pancasila dengan kawanan atau koalisi yang
anti-Pancasila.
Bahkan dalam satu angkutan umum, antar penumpang selain rebutan kursi juga
adu otot ambil kuasa tentukan arah dan jurusan. Mana sopir sejati dengan mana
sopir cadangan, tidak ada bedanya. Rasanya Indonesia ini mau dibawa kemana. Semoga
rem pemerintah tidak blong. Berharap sopir negara tidak ngambek, minta turun di
tepi jalan sebelum sampai terminal akhir. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar