sekarang saat
tepat Indonesia mandiri dan swasembada ideologi
Industri, komoditas dan syahwat politik Nusantara tak
akan pernah redup dari gegap-gempita urusan berhala reformasi 3K (kaya, kuat,
kuasa). Puncak atau klimaksnya di periode 2014-2019. Daya tarik pergerakan
politik bebas aktif dalam negeri yang identik dengan makar konstitusional.
Politisi sipil seoleh berbagi ruang dan udara dengan
mantan angkatan yang meneruskan perjuangan dan pengabdiannya lewat jalur
politik.
Dua periode berturut-turut yaitu 2004-2009 dan 2009-2014
tidak sekedar pembuktian atau bukti sejarah bahwa strategi wawasan kenusantaraan
memang harus dalam sistem satu kendali, satu komando. Artinya, mata rantai
pergerakan pembangunan nasional, begitu lokomotif pusat bergerak maju maka tak
pakai lama, gerbong daerah ikut bergerak.
Ironis sekali kalau semangat otonomi daerah malah
menjadikan daerah kabupaten / daerah kota berperan sebagai lokomotif pergerakan
pembangunan daerah sekaligus sebagai gerbongnya. Akhirnya pusaran angin politik
hanya berkutat di satu tangan dinasti politik. Tak mau kalah bersaing, di
tingkat provinsi sudah ada yang menjelma menjadi semacam republik provinsi
sebagai efek domino dinasti politik.
Strategi militer yang dipakai oleh politisi “berbaju
sipil” adalah cukup sederhana. Menjadikan Jakarta sebagai pusat komando dan
sekaligus markas pasar bebas ideologi dunia. Secara adiministrasi kependudukan
dan catatan sipil, maka wilayah administrasi Jakarta sebagai tempat pembuangan
akhir tenaga asing dengan dalih perjanjian pasar bebas ASEAN- China.
Peta politik nasional versi politisi “berbaju sipil” mengalami
salah langkah yang fatal, dikarenakan hasil putaran kedua pilkada gubernur
Jakarta, rabu 19 April 2017, di luar skenario mereka. Bandar politik atau investor
politik dari negara paling bersahabat tentu tetap tak mau rugi. Mereka akan
gigih menuntut kepada “kawan partai” yang selama ini sudah dibibit,
dielus-elus, dinonabobokan untuk menguasai
NKRI dimulai dengan menguasai
jantungnya. [HaèN]
sekarang saat
tepat Indonesia mandiri dan swasembada ideologi
Industri, komoditas dan syahwat politik Nusantara tak
akan pernah redup dari gegap-gempita urusan berhala reformasi 3K (kaya, kuat,
kuasa). Puncak atau klimaksnya di periode 2014-2019. Daya tarik pergerakan
politik bebas aktif dalam negeri yang identik dengan makar konstitusional.
Politisi sipil seoleh berbagi ruang dan udara dengan
mantan angkatan yang meneruskan perjuangan dan pengabdiannya lewat jalur
politik.
Dua periode berturut-turut yaitu 2004-2009 dan 2009-2014
tidak sekedar pembuktian atau bukti sejarah bahwa strategi wawasan kenusantaraan
memang harus dalam sistem satu kendali, satu komando. Artinya, mata rantai
pergerakan pembangunan nasional, begitu lokomotif pusat bergerak maju maka tak
pakai lama, gerbong daerah ikut bergerak.
Ironis sekali kalau semangat otonomi daerah malah
menjadikan daerah kabupaten / daerah kota berperan sebagai lokomotif pergerakan
pembangunan daerah sekaligus sebagai gerbongnya. Akhirnya pusaran angin politik
hanya berkutat di satu tangan dinasti politik. Tak mau kalah bersaing, di
tingkat provinsi sudah ada yang menjelma menjadi semacam republik provinsi
sebagai efek domino dinasti politik.
Strategi militer yang dipakai oleh politisi “berbaju
sipil” adalah cukup sederhana. Menjadikan Jakarta sebagai pusat komando dan
sekaligus markas pasar bebas ideologi dunia. Secara adiministrasi kependudukan
dan catatan sipil, maka wilayah administrasi Jakarta sebagai tempat pembuangan
akhir tenaga asing dengan dalih perjanjian pasar bebas ASEAN- China.
Peta politik nasional versi politisi “berbaju sipil” mengalami
salah langkah yang fatal, dikarenakan hasil putaran kedua pilkada gubernur
Jakarta, rabu 19 April 2017, di luar skenario mereka. Bandar politik atau investor
politik dari negara paling bersahabat tentu tetap tak mau rugi. Mereka akan
gigih menuntut kepada “kawan partai” yang selama ini sudah dibibit,
dielus-elus, dinonabobokan untuk menguasai
NKRI dimulai dengan menguasai
jantungnya. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar