membumikan Pancasila di syahwat politik penguasa
Hanya terjadi di negara yang sudah lama meninggalkan kategori negara
berkembang. Entah masuk tahap berikutnya, atau kembali ke hukum rimba. Dimana yang
mana pihak yang kuat akan jadi jawara, jagoan di habitatnya. Apalagi mereka yang
super-kaya, uang bukan tujuan hidup tetapi dengan uang bisa mengatur kehidupan
bangsa dan negara.
NKRI sebagai satu-satunya di jagad raya yang menyandang predikat “Bumi
Pancasila”, bahwa yang kuat, kaya, kuasa – tepatnyas sebagai berhala refomasi 3K
yang tidak pernah mengalami amandemen atau perubahan – akan tetap eksis sebagai
“raja rimba”. Penguasa tunggal Nusantara, apapun model demokrasi yang
dikibarkan.
Anak bangsa ketika berada di puncak kejayaan, seperti lazimnya sejarah
peradaban, maka tak ayal akan bersegera melupakan asal muasalnya. Dengan mudah
dan tanpa perlu pakai memikir akan menanggalkan fitrahnya sebagai makhluk
termulia.
Jangan heran, martabat manusia diukur dengan kacamata ideologi atau bentuk
politik yang lansung bayar tunai, langsung dapat di tempat. Pendidikan politik
dan kurikulum politik hanya berisikan bagaimana meraih sekaligus mempertahankan
dan merebut kembali kekuasaan secara konstitusional.
Periode 2014-2019, kita menjadi rancu mana yang masuk bursa “musuh rakyat”
dan yang mana yang layak didaulat sebagai “musuh negara”. Sejauh rakyat
mewaspadai bencana horizontal ternyata malapetaka diakibatkan dari tangan-tangan
yang selalu gatal, yang sedang praktik
sebagai penguasa ekonomi dan pengusaha politik. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar