Indonesia Korban Abadi
Yang dimaksud dengan "pejabat publik" adalah
pejabat negara dan penyelenggara negara yang menjalankan fungsi eksekutif,
legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan
dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. (Pasal 42 UU 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban).
Lagu
lama dengan memakai batasan “fungsi dan tugas pokoknya”. Praktiknya
lebih mengedepankan, mengutamakan “wewenang”. Bahasa pasarannya adalah demi panggilan tugas,
maka ada hukum tak tertulis :
Pertama, pejabat publik tidak bisa berbuat salah.
Kedua, jika ada oknum pejabat publik terbukti berbuat
salah maka lihat dan pakai pasal pertama.
Tanpa
memanipulasi rasa hormat, tanpa niat mengesampingkan jasa pahlawan dan
khususnya pahlawan tak dikenal. Tetapi tetap juga menghargai pihak apalagi
rakyat yang dengan keluguannya ikut andil sumbang suara, memberi saran sesuai
cara pandang sederhananya.
Konon, perjuangan abadi mewujudkan
masyarakat adil, makmur dan sejahtera, dimulai dari diri sendiri. Berbagai
bentuk pengorbanan meraih, merebut, mempertahankan, merebut kembali kursi
jabatan secara konstitusional, patut dihargai. Semua langkah catur politiknya
adalah bak argo yang mulai dari nol.
Kencing di WC Umum saja harus
membayar. Apalagi mampir makan minum di pabrik pejabat yang bertajuk partai
politik. Sejelek-jelek nasib ketua umum parpol adalah berhak mencapreskan
dirinya. Kurang yakin, atau yakin atas potendiri, maka AD dan ART parpol ada
pasal bahwa ketua umum mempunyai hak prerogatif. Hak istimewa lainnya adalah
restunya sangat ampuh, mujarab, mustajab, manjur, cespleng dan digdaya untuk
menentukan nasib serta untuk mewujudkan angan-angan politik pengikut setianya,
pendèrèk loyalnya.
Aksi buka mulut "pejabat
publik", bahkan tak urung seorang kepala negara dan barisan pembantunya sampai
tingkat pemerintahan paling bawah, sebagai katalisator positif terjadinya
gonjang-ganjing lokal. Di belakang mulut mereka apakah ada kekuatan asing
sebagai biang komando atau bandar makar atau ahli olah gaya radikalisme.
Pasal 156 KUHP
Barang siapa di rnuka umum
menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau
beherapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap
bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa hagian lainnya
karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau
kedudukan menurut hukum tata negara.
Jangan heran, sejak dahulu kala semangat anak bangsa
untuk bebas dari praktik penindasan dengan segala cara, intimidasi yang
terkadang dilakukan oleh oknum pribumi. Segala bentuk, modus penjajahan oleh
bangsa lain di negeri sendiri. Rahasia umum turun-temurun kekayaan alam
Nusantara, dikeruk, dikeduk dan dibawa ke negara penjajah Belanda. Semakin
diperparah dengan hasil galian tambang mampu menghidupi negara adidaya.
Penjajahan ideologi masih terasa sampai sekarang. Tensi
semakin menyengat karena memang seolah dipersilahkan masuk oleh pihak "pejabat publik". Salah satu ciri dasar,
karakter NKRI yang jago kandang. Indonesia berpengalaman sebagai korban politik saling
libas, pemurtadan ideologi, dan asupan gizi ideologi merah ranah kiri. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar