Halaman

Minggu, 11 Juni 2017

ramuan ajaib revolusi mental vs jurus maut Pancasila



ramuan ajaib revolusi mental vs jurus maut Pancasila

Modus politik periode Jokwo plus minus JK, mudah ditebak arahnya. Yang sulit diduga mau bergerak kemana. Tergantung siapa yang pegang alat penggorengan. Telur ceplok bisa digoyang kemana saja. Aroma irama syahwat politik dibuat menyengat, biat dikira sibuk memikirkan nasib rakyat.

Komoditas politik Jokowi sebagai bahan kampanye pilpres 2014 laku keras. Di awal memang serba menjanjikan, meninabobokan emosi rakyat yang tak tersalurkan. Hebatnya, bukannya rakyat sebagai penerima manfaat hasil nyata pembangunan nasional maupun pembangunan nasional di daerah. Memangnya tidak ada pembangunan oleh pemerintah daerah. Tentu ada kawan.

Di tengah jalan, ternyata tidak hanya banjing loncat yang ambil kesempatan memanfaatkan kesempitan nurani pejabat publik. Di awal fungsi penganggaran di kutub wakil rakyat, sudah banyak pihak yang sangat berkepentingan unjuk muka. Merasa paling berhak menentukan jatah, porsi dan sebetannya.

Arah angi dan arus politik jelas tidak mengalir ke bawah atau ke lokasi yang tekanan anginnya rendah. Seperti digiring untuk menuju ke lembah entah berantah. Tukang tadah sudah siap, bahkan yang bernama negara adidaya yang betah mengeduk, mengeruk, menggaruk kandungan tambang logam mulia Nusantara.

Politik dalam negeri yang memakai komponen lokal Pancasila, tidak mampu menghadang laju intervensi investor politik dari negara asing. Akhirnya bukan kompromi. Malah bangsa ini menyediakan dirinya, menyiapkan dirinya untuk jadi budak di negeri sendiri.

Mental pejabat publik semakin sulit dibentuk. Tergantung pengaruh, kekuatan, potensi pasar mancanegara. Hukum politik, hukum rimba, hukum pasar mendominasi jalannya pemerintahan.

Pancasila yang sudah diuraiberaikankan secara sistematis satu persatu sila-silanya, dengan bukan saling berkaitan, akhirnya menjadi alat ampuh untuk melumpuhkan lawan politik. minimal pihak yang diindikasikan layak dicurigai sebagai calon optensial “musuh negara”. Hebatnya, yang jelas-jelas nyata batang hidungnya masuk kategori “musuh rakyat”, bebas berkeliaran sambil teriak lantang : “Aku Pancasila!!!” Opo tumon. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar