jamuan
akhir reformasi vs nucuk ngiberaké
Nucuk ngiberaké tegesé wis disuguhi mangan ngombé mulihé isih mbrekat
suguhan.
Reformasi yang diawal
sepertinya sudah ketebak ada apa, ada udang dibalik batu atau ada skenario pihak
tertentu. Saat itu belum ada barisan orang dalam, lingkar pertama maupu
relawan. Bukan itu maksudnya. Maklum lepas
dari pingitan Orde Baru selama kalau orang menikah bisa sampai punya cucu.
Beriringan dengan proses
merubah UUD NRI 1945, tak bisa dipungkiri Indonesia menjadi negara terbuka bagi
semua aliran ideologi. Di era reformasi, bentuk rékonsiliasi bak pedang
keadilan. Mau membabat siapa, tergantung si pemegang. Periode 1999-2004
mengawali rekonsiliasi
nasional yaitu dengan membentuk undang-undang komisi kebenaran dan
rekonsiliasi. Tugas utama komisi itu, mengusut kasus pelanggaran HAM di masa
lalu. Rekonsiliasi nasional diwujudkan dalam rangka pembangunan nasional,
integritas teritorial dan kesatuan bangsa. Untuk mencapainya terdapat banyak
tantangan yang harus dihadapi. (situs tempo, Kamis, 22 Maret 2001 | 15:12 WIB)
Berlajut di periode berikutnya, tepatnya di 2009-2014, rekonsiliasi terhadap persoalan masa lalu, semua tokoh
yang telah meninggal dunia dan telah membuktikan jasa-jasa serta sumbangsihnya
kepada bangsa dan negara layak untuk mendapatkan gelar sebagai pahlawan
nasional. (situs kompas, Rabu, 13 Januari 2010 | 02:52 WIB)
Jadi, ujar ki
dalang Sobopawon, atas nama kebebasan berpolitik, ada pihak yang ingin
menghidupkan geopolitik nasional yan terjadi dari, terdiri atas semua ideologi
yang ada di dunia. Mengacu politik dunia, bahwasanya pemenang pemilu legislatif
maka otomatis akan menguasai parlemen. Minimal sebagai ketua.
Di sisi internal umat Islam, terlihat tanda-tanda bahwa
tangan Allah sudah berdenyut. Akan ada seleksi dengan basis bahasa langit, mana
umat Islam sesuai perintah-Nya.
Saya cuplik tulisan Amin Mudzakkir dengan judul “NU, PKI, dan Kemungkinan Rekonsiliasi. Pada alenia
:
Pada masa kepresidenan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, pemerintah
Indonesia membuat terobosan penting. Secara pribadi Gus Dur meminta maaf kepada
para keluarga korban Prahara 1965 dan mengajak semua kalangan, termasuk warga
Nahdlatul Ulama (NU) untuk melakukan rekonsiliasi atau islah. Posisi Gus Dur
yang selain presiden juga pemimpin NU membuat pernyataan ini sangat
berpengaruh. Namun tindakan Gus Dur tersebut banyak disalahpahami termasuk oleh
beberapa mantan anggota PKI sendiri. Dengan ajakan rekonsiliasi itu, Gus Dur
sejatinya ingin mengingatkan bahwa kita — warga sipil — adalah sama-sama merupakan
korban. Tidak ada yang diuntungkan oleh tragedi yang brutal itu kecuali para
petualang politik kekuasaan yang membangun karir di atas piramida korban
manusia.
Jadi . . . . [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar