Halaman

Selasa, 13 Juni 2017

ramuan tradisional Pancasila vs ideologi oplosan, rakitan kualitas impor



ramuan tradisional Pancasila vs ideologi oplosan, rakitan kualitas impor

Konon, presiden RI menetapkan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2017 tentang Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila dengan faktor pertimbangan antara lain :
bahwa dalam rangka altualisasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu dilakukan pembinaan ideologi Pancasila terhadap seluruh penyelenggara negara;
bahwa program pembinaan ideologi pancasila yang telah dan harus dilakukan perlu kejelasan arah yang terencana, sistematis, dan terpadu.

Jadi, rakyat tidak boleh iri kalau yang disasar sebagai warga binaan ideologi Pancasila hanya yang masuk kategori penyelengara negara. Tetapi tidak boleh bangga jika dalam kehidupan bermasyarakat secara tak langsung telah mempraktikkan rangkaian sila-sila Pancasila.

Kendati rakyat tidak terlibat langsung dalam urusan kehidupan berbangsa dan bernegara, bukan berarti tak bisa terkontaminasi efek domino gonjang-ganjing politik.  

Laju kemajuan tekonologi informasi dan komunikasi, yang diformat dan dipaket bak telpon genggam, menjadikan rakyat mendadak cepar melek tekologi. Tidak gaptek.

Rakyat, penduduk, warga negara, masyarakat harus ekstra hati-hati. Tidak hanya ujaran kebencian yang bisa terjaring pasal hukum. Mempunyai pikiran ngeres, sampai ngomong saru, misuhi negoro, bisa masuk kategori tindak kriminal. Jika pasalnya masih abu-abu, bisa direkayasa pasal yang mirip, mendekati tuduhan.

Penyelenggara negara karena panggilan tugas yang melampaui batas kewenangannya, mau tak mau, berurusan dengan urusan dunia internasional. Efek dominonya nyata, terukur, menerus. Bahasa diplomasi bangsa Indonesia, yang ibarat timnas sepak bola begitu kebobolan seperti langgan.

Pendidikan politik dan kurikulum politik Nusantara dalam bentuk klas internasional. Akhirnya menu politik semua aliran ideologi bisa dipesan di warung politik terdekat. Tidak perlu main sembunyi-sembunyian atau kucing-kucingan dengan aparat keamanan atau Satpol PP.

Wajar kalau budaya asing bebas melenggang masuk tanpa filter, tanpa sensor, tanpa karantina sampai pojok desa. Karena konsumennya sampai rakyat papan bawah. Tak ada kaitannya dengan mengapa regenerasi petani seperti tidak mulus. Kendati pemerintah Jokowi plus minus JK akan bagi-bagi lahan kepada petani.

 Jadi sepertinya Perpres 54/2017 sebagai cara “cuci gudang” atau “cuci tangan” pemerintah. Betapa pedulinya pemerintah dengan nasib Pancasila karena akibat tekanan politik menjadikan pemerintah seperti menjadi penyalur tunggal ideologi asing.[HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar