Halaman

Jumat, 16 Juni 2017

pasar bebas vs aliran ideologi bebas



pasar bebas vs aliran ideologi bebas

Dengan mengacu berbagai sumber, yaitu  (sumber : Warta Ekspor Edisi Januari 2015); Majalah Indikator Nomor 47/Tahun XXVIII/2014; Laporan Tim Dampak ASEAN Economic Community Terhadap Sektor Industri dan Jasa, Serta Tenaga Kerja di Indonesia.  NOMOR LAP- 10/KF.4/2014; “Menjadi Juara di Era MEA 2015”. Copyright© 2015 by Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia; Siapkah Indonesia Menghadapi Liberalisasi Perdagangan? Oleh Benny Gunawan Ardiansyah, Pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan*.

Maka secara acak berbasis lema “bebas” jadilah sebuah menu gado-gado ‘bebas’. Selamat menikmati dan siapkan nafas panjang.

Agenda utama liberalisasi perdagangan adalah mereduksi hambatan perdagangan (trade barriers) baik untuk barang, jasa, hak milik intelektual maupun investasi. Dalam perjalanannya, konsep globalisasi tersebut mengalami perubahan dengan terbentuknya kelompok perdagangan berdasarkan kedekatan wilayah (integrasi regional) atau berdasarkan skala ekonomi. Implementasi adanya fenomena tersebut adalah terbentuknya berbagai Free Trade Area (FTA). FTA sebagaimana diuraikan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) adalah sekelompok negara yang sepakat dengan penghapusan sebagian besar hambatan perdagangan dalam bentuk tariff (Bea masuk) dan non-tariff. Tujuan utama pembentukan FTA adalah menciptakan kemudahan akses pasar yang dapat menjadi peluang sekaligus ancaman bagi suatu negara. Indonesia telah melakukan berbagai FTA, baik berupa FTA regional seperti ASEAN FTA (AFTA), ASEAN-China FTA (ACFTA), ASEAN-Korea FTA (AKFTA), ASEAN-India FTA (AIFTA), ASEAN-Australia-New Zealand FTA (AANZFTA) dan ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) maupun FTA bilateral seperti Indonesia-Japan Economic Partnership.

Globalisasi dalam bidang ekonomi ditandai dengan adanya perdagangan bebas. Berbagai bentuk perjanjian kerja sama ekonomi telah diluncurkan, seperti kerja sama ekonomi Asia Pasifik (APEC), perdagangan bebas ASEAN (AFTA), kesepatakan perdagangan bebas antara China dengan negara-negara ASEAN (CAFTA), dan sebagainya termasuk Masyarakat Ekonomi ASEAN.  

Tahun 2015 menjadi momentum penting bagi ASEAN untuk bisa mengadopsi kebijakan hukum persaingan nasional masing-masing dalam rangka menjadikan ASEAN sebagai kawasan bebas dari praktik-praktik monopoli. Diharapkan tahun 2015 nanti, 7 (tujuh) negara anggota ASEAN akan siap melaksanakannya, seperti Brunei Darussalam, Indonesia, Laos, Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam. Sedangkan Kamboja, Filipina dan Myanmar dalam proses penyempurnaan kebijakan persaingan usaha nasional mereka.

Selain itu, ASEAN tengah mengikuti proses integrasi kawasan yang lebih luas dengan melibatkan RRT, Jepang, Korea, India, Selandia Baru, dan Australia. Hal ini dilakukan untuk memperkuat integrasi ekonomi di kawasan ASEAN yang saat ini di warnai dengan kerja sama baru diantaranya Trans Pacific Partnership (TPP), serta mulai bergulirnya inisiasi pembentukan Free Trade Area on Asia Pacific (FTAAP).

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah bentuk integrasi ekonomi regional yang direncanakan untuk dicapai pada tahun 2015. Tujuan utama MEA 2015 adalah menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi, sebagai pasar dan basis produksi tunggal (a single market and production base) terdiri dari beberapa unsur yaitu, yang mana terjadi arus barang, jasa, investasi dan tenaga terampil, terlatih (skill labour) yang bebas serta aliran modal yang lebih bebas. MEA mengusung konsep pasar tunggal dan berbasis produksi yang membebaskan segala hambatan (baik tarif maupun nontarif).

Kelima komponen inti tersebut kemudian dilengkapi dengan dua komponen penting lainnya, yaitu sektor integrasi prioritas yang terdiri dari dua belas sektor (produk berbasis pertanian, transportasi udara, otomotif, e-ASEAN, elektronik, perikanan, pelayanan kesehatan, logistik, produk berbasis logam, tekstil, pariwisata, dan produk berbasis kayu) serta sektor pangan, pertanian, dan kehutanan.

Perdagangan bebas dapat diartikan tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan nontarif untuk negara anggota ASEAN. Keterbukaan yang sangat bebas atas arus modal, akan berpotensi menimbulkan resiko yang mengancam kestabilan kondisi perkonomian suatu negara. Namun di sisi lain, pembatasan atas aliran modal akan menghambat ketersediaan kapital yang dibutuhkan untuk mendorong peningkatan arus perdagangan dan pengembangan pasar uang.

Saat ini Indonesia menganut rezim devisa bebas sebagai langkah untuk memperbolehkan pergerakan modal yang lebih besar. Artinya tidak ada pembatasan bagi para pelaku usaha baik di dalam maupun luar negeri untuk memasukan modal ke Indonesia atau mengeluarkan modalnya dari Indonesia. Hal ini berbeda dengan beberapa negara ASEAN lainnya yang membatasi pergerakan modal untuk keluar dari yurisdiksi mereka.

Salah satu kesepakatan yang diambil dalam masyarakat ekonomi ASEAN adalah MRA (Mutual Recognition Agreement), yaitu arus bebas tenaga terampil. MRA yang telah disepakati yaitu untuk jasa-jasa engineering, nursing, architectural, surveying qualification, jasa professional tourism, tenaga medis (mencakup dokter umum dan dokter gigi), dan jasa akuntan. Kesepakatan ini secara langsung akan memengaruhi sektor ketenagakerjaan Indonesia. Sektor ini begitu penting untuk diperhatikan terlebih juga karena diiringi oleh kondisi dan tantangan yang akan dihadapi di masa depan serta urgensi dalam memengaruhi perekonomian dan kemajuan bangsa.

Perlu disadari bahwa meskipun implementasi MEA telah dijalankan dan ada kerangka kerjasama MRA, namun demikian bukan berarti setiap negara destinasi harus secara otomatis mengakui kualifikasi dan kompetensi tenaga kerja dari negara lain. Ini mengingat masih terdapat masih terdapat banyak perbedaan standar dari masing-masing negara.

Namun kesepakatan kerjasama ini juga cenderung dilaksanakan sebagai bentuk proses globalisasi yang pada dasarnya mengandung dua unsur penting yang saling terkait, yaitu liberalisasi dan kompetisi. Hal ini ibarat dua sisi mata uang yang dapat mendatangkan keuntungan besar bagi mereka yang siap dan akan menindas mereka yang kurang siap ketika tidak dikendalikan serta tidak diarahkan untuk kepentingan bersama (egoistis negara). Kebebasan ini seharusnya diarahkan bukan untuk saling berkompetisi tetapi saling bekerjasama antarnegara.

Dengan adanya perdagangan bebas antar negara dimana tidak terdapat pembatasan terhadap pergerakan tenaga kerja dari negara-negara lain ke Indonesia, maka dapat diyakinkan bahwa tenaga kerja Indonesia hanya akan menjadi penonton di negaranya sendiri. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar