Halaman

Rabu, 07 Juni 2017

Gerakan Hemat Idéologi Nasional



Gerakan Hemat Idéologi Nasional

Biaya politik memang bersifat universal, dipraktikkan oleh negara paling demokratis. Keampuhannya terbukti mampu menjungkirbalikkan fenomena bakal calon yang popular, tenar, tersohor, sarat pamor yang di atas kertas dipastikan akan menang suara.

Tetapi bukan jaminan 100% kalau kuat biaya politik, otomatis akan mampu membeli hak konstitusional rakyat. Ada faktor “X” yang tidak bisa masuk perhitungan akal, nalar, logika politik manapun. Lembaga survei yang dengan rekam jejak terpercaya tidak akan mampu “menduga” akan adanya campur tangan yang kekuatannya lebih dahsyat daripada cuma sekedar uang cetakan manusia.

Di Indonesia, kalau dirunut biaya politik akan mengarah pada maraknya modus korupsi dan sejenisnya.

Menakar seberapa biaya politik yang berdaya guna, berhasil guna, ilmu ekonomi klas dunia tak akan mampu memformulasikannya. Ilmu ekonomi tukang kredit keliling malah bisa menjabarkan bahwasanya biaya politik berbanding lurus dengan kerugian negara akibat korupsi.

Tidak ada yang salah dengan sosok idéologi nasional. Tidak ada yang keliru dengan wujud idéologi nasional. Cadangan idéologi nasional seolah tak akan habis sampai akhir zaman.

Patut diingat, idéologi tak ada matinya. Bisa berubah bentuk mengikuti warna politik yang sedang dominan, menyesuaikan diri dengan platform partai yang sedang naik daun, bersimbiosis mutualitistis dengan partai yang sedang berkuasa.

Terbukti, darah idéologi bisa diturunkan ke anak cucu. Ada istilah anak idéologis. Apalagi partai politik yang sudah beranak pinak jauh sebelum proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. Tentu akan tetap menjadikan ibu pertiwi sebagai ajang laganya. Pakem dan acuan utamanya adalah kekuasaan bisa diwariskan secara konstitusional.

Namanya idéologi utawa politik, bisa memabukkan penyukanya. Mampu meninabobokan hidup-hidup loyalisnya. Sampai ybs tidak bisa membedakan mana tangan kanannya dengan yang mana tangan kirinya. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar