Gerakan Hemat Idéologi
Nasional
Biaya politik memang bersifat universal, dipraktikkan oleh negara paling
demokratis. Keampuhannya terbukti mampu menjungkirbalikkan fenomena bakal calon
yang popular, tenar, tersohor, sarat pamor yang di atas kertas dipastikan akan
menang suara.
Tetapi bukan jaminan 100% kalau kuat biaya politik, otomatis akan mampu
membeli hak konstitusional rakyat. Ada faktor “X” yang tidak bisa masuk
perhitungan akal, nalar, logika politik manapun. Lembaga survei yang dengan
rekam jejak terpercaya tidak akan mampu “menduga” akan adanya campur tangan
yang kekuatannya lebih dahsyat daripada cuma sekedar uang cetakan manusia.
Di Indonesia, kalau dirunut biaya politik akan mengarah pada maraknya modus
korupsi dan sejenisnya.
Menakar seberapa biaya politik yang berdaya guna, berhasil guna, ilmu
ekonomi klas dunia tak akan mampu memformulasikannya. Ilmu ekonomi tukang
kredit keliling malah bisa menjabarkan bahwasanya biaya politik berbanding lurus
dengan kerugian negara akibat korupsi.
Tidak ada yang salah dengan sosok idéologi nasional. Tidak ada yang keliru dengan wujud idéologi nasional. Cadangan idéologi nasional seolah tak akan habis
sampai akhir zaman.
Patut diingat, idéologi tak ada matinya. Bisa berubah bentuk mengikuti warna politik yang
sedang dominan, menyesuaikan diri dengan platform
partai yang sedang naik daun, bersimbiosis mutualitistis dengan partai yang
sedang berkuasa.
Terbukti, darah idéologi bisa diturunkan ke anak cucu. Ada istilah anak idéologis. Apalagi partai politik yang
sudah beranak pinak jauh sebelum proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. Tentu
akan tetap menjadikan ibu pertiwi sebagai ajang laganya. Pakem dan acuan utamanya
adalah kekuasaan bisa diwariskan secara konstitusional.
Namanya idéologi utawa politik, bisa memabukkan penyukanya. Mampu meninabobokan
hidup-hidup loyalisnya. Sampai ybs tidak bisa membedakan mana tangan kanannya dengan
yang mana tangan kirinya. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar