Meletus Balon Hijau . . . Pancasila Tetap 5 Sila
Ketahanan peradaban bangsa dan eksistensi jati diri rakyat, penduduk, warga
negara, masyarakat multibudaya menjadi daya tarik kekuatan dalam negeri untuk
menjajalnya. Musuk dalam selimut hasil didikan penjajah masih menjalar sampai
zaman reformasi.
Reformasi bergulir mulai dari puncaknya, dengan kisah sukses me-lengserkeprabon-kan presiden kedua RI,
penguasa tunggal Orde Baru dari mandat sebagai mandataris MPR, presiden, kepala
negara, kepala pemerintahan.
Selama Bapak Pembangunan, Jenderal Besar berkuasa lewat 6 kali pemilu yang ‘luber’,
anak bangsa tidak sempat melakukan kaderisasi kepemimpinan nasional. Kendati ada
beberapa pejuang bangsa yang seolah tergembleng di kawah Candradimuka Orde
Baru. Lakon utamanya yaitu dengan canggih plus modal senyum pak Harto mampu
menjadikan Golkar sebagai kendaraan gratis politiknya.
Kran demokrasi terbuka deras membawa bibit, virus atau ideologi yang mati
suri, menjadi mekar, subur dalam aneka warna di panggung, pentas, palagan
reformasi.
Pancasila Sakti hasil besutan Orde Baru, di era sisa reformasi mengalamai
pendangkalan secara yuridis formal. Sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”
menjadi pintu gerbang utama masuk gerakan senyap anti-“Ketuhanan Yang Maha Esa”,
pelakunya kalau tidak bangsa dw, ya mereka anak bangsa yang jiwa raganya sudah
asing. Atau bahkan orang asing yang karena faktor kelahiran atau numpang lahir
di Indonesia tahu betul karakter dasar anak bangsa.
Maraknya peng-aku-an sebagai anak cucu, anak keturunan ideologis semakin menjadikan
semua menu ideologi dunia tersaji di NKRI.
Kasus penistaan agama lain oleh umat beda agama, beda akidah yang pelakunya
pejabat publik dengan golongan daerah tertentu, membuktikan walau selain PKI
yang dua kali makar (bukan versi aparat keamanan dalam negeri) akan muncul
modus individu dari pejabat publik yang sedang naik daun untuk merongrong dari
dalam, menggunting dalam lipatan.[HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar