Politik Lempar Batu Tuduh
Korban
Resultan dari akumulasi peradaban ideologi
Nusantara, memang sudah disinyalir sejak zaman batu. Jika platform partai politik
adalah landasan tempat berpijak, yaitu wawasan yang menjadi acuan dan arah dari
mana dan kemana perjuangan partai politik. Kata yang empunya zaman batu, platform semua partai politik di NKRI
adalah Pancasila. Singkatnya pada 4 pilar kehidupan berbangsa, bernegara dan
bermasyarakat (masyarakat politik).
Landasaan idiil,
landasan konstitusional sampai wawasan partai politik, jujur saja lebih
didominasi pada hasil dari tujuan yang ditargetkan. Kalkulasi politik Nasional
adalah dengan sudah mematok target, baru kemudian dihitung mundur untuk
memperoleh formulasi perjuangan.
Ada semacam tumpukan
harapan, deretan berharap dan sangat berpengharapan. Daya tarik apa yang akan
dicapai, diraih, didapat jika mendirikan partai politik. Anak bangsa yang sadar
berkecimpung di sebuah partai politik terdekat, mungkin masih berlandaskan idealisme
luhur.
Yang semula kita
mengutuk jika lihat antar bisa kota satu jurusan kebut-kebutan rebutan
penumpang – namun begitu kita dapat tempat duduk di bis kota – mau tak mau kita
harus mentaati hukum yang berlaku di dalam bis kota. Perbanyak doa. Jangan protes
dengan kondisi lokal. Begitu sampai tujuan, tetap waspada turun dari bis. Kaki belum
menapak semurna, bis tancap gas. Turun dari pintu belakang, ancaman kendaraan
yang menyalip dari kiri.
Hukum tak tertulis
adalah sesama ketua umum partai politik dilarang saling menjegal dan menjagal
di pesta demokrasi lima tahunan. SBY yang sudah dua periode berturut-turut
menyandang gelas presiden, masih betah di kendaraan politiknya. Walau posisinya
berbeda. Wajar.
Yang tak wajar, ada
bisa kota yang bolak balik ke terminal uber calon penumpang. Tidak bersegera
bergerak sesuai rute tujuannya. Meliwati jalan basah, dengan tenang ngetem. Siapa
tahu dapat order politik.
Bagi ketua umum yang
sedang menjabat sebagai kepala negara – periode 2014-2019 tepatnya adalah
petugas partai – pasti, tentu, sangat mungkin berikhtiar agar rutenya aman. Apalagi
yang jaga jalan adalah bolo dw, konco dw.
Menghadapi pesaing,
sudah ada jagoan yang ditransfer dari negara paling bersahabat atau dibarter
politik. Mengikuti pola kerja tengkulak, dengan memakai sistem, pola ijon.
Bagi pesaing yang tidak
bisa dikenai pasal “gebuk duluan, rembuk belakangan” pakai cara sambit
diam-diam. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar