cara radikal
penguasa mencegah tangkal kehidupan rakyat ber-Pancasila
Adalah
Novel Baswedan dengan jiwa Bhayangkara alih fungsi menjadi penyidik KPK. Konsekuensinya
atau resiko yang dialaminya sudah menjadi rahasia umum. Episode ini semangkin
membuktikan bahwasanya aparat penegak hukum mendadak tumpul, mandul dan seolah
tak berdaya dengan aksi senyap “tangan tak kelihatan”. Aparat keamanan yang
selama ini tampil digdaya seolah kehabisan energi, akal menghadapi aksi nyata
anti-Pancasila.
Apa kata
pasal jika yang jadi korban model “tabrak lari” adalah rakyat.
NKRI
sebagai negara hukum tentu lebih mengutamakan, mengedepankan siapa pihak yang
bermasalah, berurusan dengan hukum.
Rakyat
saat melakoni kehidupannya tidak pikir panjang dengan apakah langkahnya
konstitusional atau tidak. Mereka kebanyakan buta politik tetapi tanpa pamrih
bekerja karena merasa negara ini yang memberi makan. Modalnya sederhana, kalau
roda semakin obah maka rezeki akan semakin tambah.
Pondasi
Pancasila ada di rakyat, kendati tidak hafal rumusan sila-silanya apalagi
penjabaran yang seolah filosofis dan filsafati.
Semakin ditelusuri malah semakin hambar, hanya menjadi penghias bibir.
Aneka
konflik di akar rumput, bahkan di depan hidung pemerintah yang bermarkas di
ibukota negara, selalu melibatkan penguasa dan/atau pengusaha di satu pihak
yang benar dan baik melawan rakyat yang dianggap tidak pro-Pancasila. Rakyat yang
ingin mencemarkan wibawa negara. Rakyat yang ingin menghalangi laju pembangunan
nasional maupun pembangunan daerah.
Andai
habitat fauna penyejuk suara semakin menciut, tergusur sebagai bukti bahwa
pembangunan telah mengalami pemerataan. Artinya pembangunan telah melakukan pemerataan
hutan, bukit atau lingkungan hidup untuk pembangunan demi kepentingan umum. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar