Pancasila, antara diobralkan dan/atau diobrolkan
Ternyata sudah melampaui kuota bahwa negara asing yang semakin asing,
negera seberang dunia, negara tetangga jauh, negara sahabat lama, negara paling
bersahabat yang tidak heran jika pasal praktik penistaan agama di NKRI tidak
masuk pasal atau kategori anti-Pancasila.
Justru gerakan umat beradab yang menuntut pelaku penista agama, yang bukan
kebetulan adalah pejabat publik, penyelenggara negara yang roh dan jiwanya
tidak membumi di Nusantara, malah dengan mudah dikenakan pasal makar. Minimal layak
dianggap telah melakukan tindak tidak menyenangkan negara. Patut diduga
merongrong wibawa negara di mata dunia internasional. Pantas disangka akan
merugikan hak konstitusional pemerintah, penguasa dan pengusaha.
Semakin banyak negara yang menjadi anggota PBB yang tidak heran dengan
sistem hukum yang ada di Indonesia. Dimana yang mana daripada barisan, koalisi
koruptor dari berbagai partai politik atau bukan, malah menjadi tamu terhormat
di rumah tahanan, lembaga pemasyarakatan, perguruan warga binaan. Tempat penampungan
sementara disulap menjadi hotel plus.
Jelas-jelas pihak yang secara konstitusional hafal Pancasila di luar kepala,
akan melihat gerak orang mencurigakan, misal orang yang terburu-buru mau buat
hajat, serta merta dituduh anti-Pancasila.
Orang berteduh karena hujan, mereka bicara berbisik agar tak berisik,
dengan mudah akan mendapat stigma anti-Pancasila yang diucapkan. Anak pulang
sekolah, bergerombol, jalan kaki bisa-bisa dicurigai sarat dengan pemikiran anti-Pancasila.
Lanjut tapi bukan yang terakhir. Pemulung yang ngobrak-abrik bak sampah
ketiban rezeki dari penguasa dengan sebutan mencari-cari kesalahan pemerintah
yang artinya ya anti-Pancasila. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar