sing gawé
kisruh negoro vs sing gawé utuh negoro
Fluktuasi, pasang surut kata hati
Joko Widodo memahami, menyelami peran batin diri akhirnya msuh babakan” sejatining urip kuwi kanggo opo”. Bukan kenyang
dunia tapi lapar akhirat. Juga bukan kenyang akhirat tapi lapar dunia. Moderat atau
imbangnya kehidupan antara urusan dunia vs urusan akhirat.
“Sejatining urip” yang akhirnya menggelitik jiwa Jawa Jokowi adalah
memang ada jawaban, kata kuncinya adalah utamakan urusan dengan Allah. Jokowi
sadar luar kepala jika tida menghadirkan Allah dalam setiap langkah kaki
berbangsa dan bernegara, ujung-ujungnya hanyalah membuat kisruh, rusuh negara.
Jokowi hanya buka primbon
kehidupan bahwasanya segala gonjang-ganjing di atas akibat modus penyelenggara
negara sebagai minoritas bangsa yang getol uber urusan dunia akan membuat resah,
hawa panas, gejolak batin rakyat,
masyarakat, penduduk, warga negara sebagai mayoritas bangsa.
Ramuan ajaib revolusi mental yang
diharapkan manjur, mujarab, mustajab, ces pleng membangun mental pejabat publik,
tetapi malah hanya bersifat seremonial. Semakin diasah, digosok malah semakin
mejadi-jadi.
Keprihatinan Jokowi sampai tingkat
trenyuh, nelongso - termasuk melihat dirinya - betapa kawanannya tidak menggunakan “tenaga
dalam” secara optimal. Baru matak aji
menggunakan tenaga dalam sudah kehabisan energi. Akhirnya banyak yang tampil
garang garing. Demi menjaga wibawa negara lewat harga diri, citra pesona diri
maka tanpa sungkan, tanpa malu, tanpa risi akhirnya menerima atau memakai “tenaga
luar”. Horé. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar