wahyu kursi tiban vs wajah subversi baliho
Bukan bentuk permainan anak-anak, dolanan bocah wingi
sore. Petak umpet, gobak sodor. Atau hanya
sekedar main tebak kalimat. Di kejadian nyata, rasanya sebagai hal wajar, kaprah,
lumrah, lazim, umum. Konsekuensi logis kehidupan berbangsa dan bernegara
di negara multipartai, multi bencana politik. Efek domino aksi politik bebas
pasal.
Pesta demokrasi versi multinasional, sesuai skenario
semiglobal. Panjat pinang rebutkan kursi RI-1 dan atau RI-2. Nasib calon wakil
rakyat, kalah garang dengan aksi propaganda, promosi, provokasi jalur protocol.
Ikuti jumlah suara tekek, hitung kancing baju atau sesuai urutan dalam
keluarga. Bingung tanpa ujung. Sesuai tanggal kelahiran. Kebanyakan. Sesuai
urutan bulan kelahiran. Pakai rumus jumlah angka tanggal kelahiran, sampai satu
digit. Agar menapak, pakai ukuran sepatu atau sandal.
Belum berbuat apa-apa untuk negara, tetapi sudah mendapat
apa-apa dari negara. Enak tenan. Model
seperti ini yang dicari di negara multipartai. Rumusan politik berbasis ramuan
ajaib revolusi mental berkelanjutan, menjadi pegangan hidup anak bangsa
pribumi primitif. Maksud jelasnya, masuk bursa kawanan partai menjadi “ladang
amal usaha duniawi”.
Filosofi wong Jawa bertutur santai “mendhem jero mikul
dhuwur”. Diterjemahbebaskan, modal keringat orangtua, sigap terima rayuan,
iming-iming, suap dari pihak manapun. Asal jelas kebagian kursi konstitusi.
Sekedar gugah ingatan, paribasan “ati bengkong oleh oncong”.
Jelas bahasa adalah hati bengkok mendapat jalan terang. Makna nyata
perbuatan jahat mendapat dukungan secara tak sengaja. Tidak sengaja tapi
berlanjut [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar