reformasi, orde terima order cetak surat suara
Watak menjajah maupun sebalilknya,
menjadi karakter kawan partai abang-abang bendera londo. Atas
nama kebijakan oknum ketua umum usaha jasa
partai politik lokal milik keluarga. Modal raga model perawakan dinosaurus, lidah bertanduk. Sigap melahap
apa saja. Sigap melibas pihak yang merasa merdeka.
Nusantara menjadi ladang, ajang
mensejahterakan diri pribadi secara mandiri di atas kaki sendiri. Kalau takut
kaya jangan menjadi petugas partai. Revolusi mental petugas partai,
mengkorbankan kursi pihak lain demi kursi yang lebih abadi. Tuah kursi terasa
sampai ujung pantat.
Pemahaman atas gejala gejolak alam. Membaca waktu terang
tanah sampai bau tanah. Kapan mulai tanam
budi secara massal agar kawanan hunian berkah. Belajar dari karakter pohon,
terasa betapa kadar jiwa pohon pelindung. Senyampang pembelajaran
tentang sosok pohon”yang besar tidak sekedar besar”, koloni binatang macam
tawon, semut tak lepas dari pengamatan. Aroma irama paduan suara katak
bersahutan di musim penghujan bisa dirumuskan, menjadi pratanda.
Siapa yang menguasai jimat “kursi kuning” yang dapat
dilipat, akan disegani lawan politik. Daya kerjanya tak jauh-jauh dari susuk
penglaris di dunia hiburan malam atau panggung politik pengisi waktu. Anak
wayang nusantara jauh melampaui khazanah angkara murka yang ada di dunia nyata.
Falsafah “tidak laku tapi laris di nusantara”. Aneka
wujudan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) menjadi hal biasa, lumrah,
lazim di nusantara. Antrian bukan orang biasa atau biasa di luar, sigap
ngelakoni sertifikasi berkejahatan agar punya pamor di barisan orang dalam
bentukan partai politik.
Adonan “kelompok kriminal bersenjata
vs koalisi kriminal berpolitik”. Bukannya mencari seberapa besar persamaan
dan/atau seberapa banyak perbedaannya. Kemungkinan, di antara dua bentuk, wujud
nyata ‘kriminal’ tersebut, memang sama-sama memiliki tampang kriminal. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar