kedaulatan rakyat mbokdé mukiyo, dudu daulat kawan partai
NKRI bak pesawat terbang mengangkasa di jalur bebas. Presiden
secara de jure adalah sang pilot pilihan
rakyat. Siapa sangka, posisi de facto
tidak hanya sebagai ‘petugas partai’. Selaku penata negara, wajib taat aturan main penjaga lalu lintas udara. Tidak
bisa minta prioritas. Posisi tawar selama ini memang mudah ditawar,
dibikin tawar sebelum berujar.
Pemerintah AS yang secara de jure
plus de facto dibawah kendali bangsa Yahudi, dipastikan selalu menentang
eksistensi negara Palestina. Cara diplomasi, boikot, gertak sambal untuk
menghadapi gaya cowboy Paman Sam, sudah tidak
memadai. Terlebih, Perserikatan Bangsa-Bangas (PBB) kalah pamor dengan AS.
Pasca perang dingin, negara superkomunis, USSR atau Uni
Soviet tumbang menjadi beberapa negara. Namun paham komunis masih dipertahankan di
negara Rusia. Beberapa negara Eropa Timur masih eksis. Di Asia,
komunisme nyata mencengkeram tajam beririsan dengan sistem nilai bernegara di
negara China, Vietnam, dan Korea Utara.
NKRI secara historis selaku mitra setia China. PKl beranak
cucu ideologis lebur merasuk ke tubuh parpol maupun ormas.
Rakyat, yang merupakan permanent underclass, uneducated
people serta warga negara yang kurang beruntung. Komunitas orang termarginalkan
secara masal, masif. Plus stigma yang seolah wajib diayomi oleh penguasa. Komoditas politik, bahan jualan mencari
bantuan lembaga keuangan internasional tapi utang. Kendati
selalu ‘tertinggal di landasan’, rakyat tetap tekun, rukun melakoni kehidupan
dan penghidupannya. Menu harian dinikmati. Bersyukur walau tak tahu besok
sarapan atau tidak. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar