tumpuan semu, si pungguk merindukan kursi di bulan
Buaya dikadalin. Lebih nasionalisme kebangsaan, rakyat
dikibuli mentah-mentah, ditipu hidup-hidup, diperdaya terang-terangan. Lebih
daripada itu. Pelaku usaha ternyata. Muncul lima tahun sekali. Hadir mendadak
belakangan saat situasi dan kondisi sudah terkendali. Promosi gratis lewat aksi
pariwara politik. Awak media digital, paham model pengkabaran.
Date modified 1/5/2018 10:32 PM
di personal laptop. Tersurat “komoditas tahun politik, harga cabai vs harga
kursi”. Satu dari 189 judul yang menggunakan lema ‘kursi’.
Segitiga setan : harta,
takhta, jelita. Menjadikan anak bangsa, putera
puteri asli daerah, pribumi, sanggup
melakukan apa saja untuk meraihnya, menadahnya atau saling berebut bak lomba
panjat pinang. Modus, rekayasa sampai
pasal konstitusional hasil kolaborasi, kolusi, koalisi, kong kaling kong,
kompromi antara penguasa dan pengusaha menjadi daya dorong kebatinan.
Bagi kaum hawa, maka tetap ada incaran obyek vital : harta, harta, harta ditambah mahkota, takhta. Bersiteguh dengan fantasi “pokoké menang lan éntuk kursi (menèh)”. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar