Halaman

Rabu, 18 Januari 2023

jawilan wong cilik, 2 (dua) hari berturut-turut

jawilan wong cilik, 2 (dua) hari berturut-turut 

Senin, 16 Januari 2023. Pukul 6-am. Waktu sarapan bagi manula. Modal mangkok anti karat.  Beli oplosan buryam tanpa kedelai. Penjual mangkal dekat gerbang belakang kompleks perumahan pembeli tak terkira.  Bubur polosan buat bayi. Komplit dengan sate jeroan, dibungkus. Makan siang orang kantoran.

  Di samping buryam, tergelar lapak bebas. Emak-emak jual sayur mentah, gorengan, ngrumpi,  silahkan. Lesehan pemakan buryam, aman terdeteksi. Mak combro, tinggal dekat empang. Begitu lihat  saya, langsung teriak:”pisang ambon pak  .  . .“. Mau dijawab pakai bahasa tutur, takut malah ngomel tak karuan.  Cukup gelengkan telapak tangan kanan, lebih komunikatif. Watek etnis tertentu. Disanak malah nglunjak.

Selasa, 17 Januari 2023, tengah hari. Terapi push-up siang hari. Tidak kejar target. Sesuai nafas gigi 1 dan gigi 2. Tidak ngebut. Masuk hitungan puluhan ketiga. Nafas masih normal, datar. Terasa ada pihak yang datang. Tahu-tahu di  samping  kanan kepala, ada sandal dan kaki orang  bercelana panjang hitam. Tanpa  kata. Sepertinya bukan sesama warga.

Sampai hitungan ke-30, terasa masih ada energi dan nafas mulai bergegas. Saat berdiri, ternyata  “sang penunggu” adalah tukang ojek jaman jaya-jayanya. Ciri khas, pakai jaket coklat. Minggir ke bok pinggir lapangan. Kusalami. “Bapak dulu pernah ajari saya push-up . . . “, ujar pembuka.Terjadilah dialogis santai. Semacam nostalgia. Bang ojek seetnis dengan mak combro.

Tidak ada yang istimewa. Diterawang lebih seksama. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar