sejahtera nusantara, pejah gesang tak terasa
Beda pasal dengan semboyan PLN (perusahaan lilin negoro) byaar, pet . Namun kiranya,
anggap saja berkemiripan dengan judul “pejah
gesang ndèrèk langkung”, tercetak simpan date modified 4/29/2018 1:25 PM di personal laptop. Efek domino terasa
pada arus masuk TKA yang berpenampilan sebagai wisatawan asing, masuk
bebas visa untuk kunjungan kerja.
Ketika penguasa semakin tidak
menyatu dengan rakyat, maka makanya hidup manusia politik bak robot hidup.
Semua babakan dan tahapan kehidupan sudah di-setting diprogram sedemikian rupa.
Batas minimal dedikasi wawasan kebanggsaan
tak ada dasar hukumnya. Tak ada rumus, formula, filosofinya.
Apalagi menyangkut buat perjalanan hidup bangsa dan negara. Menjadi kewajiban
setiap manusia dan atau orang yang lahir di
bumi Pancasila. Setiap jengkal tanah yang dikuasai, dimiliki, digunakan,
dimanfaatkan siap menjadi sumber dan landasan kehidupan.
Bumi Pancasila masih melegalkan –
dengan dalil teposliro – berhala reformasi 3K (kaya, kuat, kuasa)
menjadi modal utama dan andalan politik nusantara. Pihak yang menentukan nasib
bangsa, bukan karena perjuangan bersama rakyat. Lebih dicetak oleh mesin
politik. Terdapatlah anggaran demokrasi vs biaya politik. Parpol di negara yang
kadar adab melebihi kapasitas diri, tetap menjadi pabrik penguasa negara.
Dengan kaidah “Cicak vs Buaya” ganti kulit menjadi “Buaya
vs Buaya”. Hukum kian menjadi alat hukum, bukan selaku peradilan. Adil secara
politis, itulah hukum nasional bermartabat global. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar