bakalan kaping wolu, (kese)ringan diangkat tambah bantat
Cakap memantaskan wajah diri, mematut
roman muka di atas derita bangsa. Mulai dari
nol, modal baliho. Efek politik
terwujud secara kasat mata. Modal dari nol
membuahkan produk serba nol. Kalkulasi politik menunjukkan rapor, mulai dari ‘nol kecil’ hingga sampai ‘nol besar’.
Bentukan nol bulat telur sampai nol bunder kepleng. Nasib diri nggelandang,
nggelinding, nggelundung bebas.
Rekam jejak, kelamaan duduk manis tanpa keringat sendiri.
Walau menapak aneka pose dengan pantat sendiri. Mental tangan di bawah, sigap tadah
limpahan kursi tiban. Kalkulasi politik, merasa ada angin di atas kertas.
Anomali melek politik dalam perspektif relilgiusitas, menjadi beban moral,
tekanan batin partai politik besutan Orde Lama maupun Orde Baru.
Pun demikian, sedemikian adanya.
Semenjak anak bangsa pribumi nusantara tahu nikmat politik. Bahwasanya
politik menjadikan siapa saja bisa menjadi apa saja. Tak perlu modal paham
ideologi. Pakai modal pendongkrak sampai modal pelicin. Bukan kader partai bisa
dapat nomor urut jadi, siap laga di pilkada, pemilu legislatif bahkan pilkara
atau pilpres.
Produk unggulan partai politik baru
ketahuan jika ada oknum yang tersangkut OTT KPK atau pasal hukum. Pergantian
anggota kabinet antar waktu, sekedar sinyal pemerataan balas jasa. Terdapat ‘kader
basah’. Maka berlaku hukum ekonomi-politik. Kendaraan politik menjadi
multimanfaat, serbaguna. Kapasitas daya keruk, daya keduk sesuai adab bernusantara, ramah kebijakan dan kepentingan
global. Nusantara dikapling-kapling. Daerah pemilihan menentukan harga lelang
kursi. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar