parpol merangkap korporasi pengganda gosip nafas
setan
Nilai religuisitas suatu
daerah tidak menjamin penduduknya saat mendirikan sebuah partai polilitik akan
mengusung nafas agama. Tragis binti miris, mendirikan partai politik tanpa
landasan ideologi yang benar dan baik. Orientasi
politiknya hanya sekedar mengejar kekuasaan.
Biaya politik tidak jadi
masalah besar. Dari kantong sendiri atau bersumber dari kantong pihak lain. Usaha
politik sebagai usaha sampingan, usaha pelengkap dari berbagai usaha yang sudah
digeluti, ditekuni.
Belajar dari penguasa
Orde Baru, kalau ingin eksis dan tetap eksis sebagai presiden harus mempunyai
kendaraan politik. Soal berapa tahun umur teknis, daya tamping, daya dukung dan
daya jelajah masih bisa dikompromikan. Masih bisa tambal sulap, pakai sistem
buka tutup.
Karena modus dan
tampilan oknum ketua umum, yang bebas dengan corong maupun congornya – ini
bahasa apa mbah? – menjadikan apa pu bisa terjadi. Soal bebar dan baik, asal
konstitusional maka otomatis sah secara hukum.
Politikus atau tukang jual obat, nyaris tak ada
bedanya soal bertindak tutur. Ekspresi yang menghiba-hiba atas nasib bangsa. Merasa
kalau dia diberi wewenang mengurus bangsa, pasti akan dilakukan secara total.
Jangan lupa, justru gaya
oknum ketua umum, maka sontak para pengikutnya banyak yang bermodus sama.
Barisan pecundang,
penghujat sekaligus meangkap sebagai penjilat, siap dengan segala cara. Tak peduli
jika bangsa akan menjadi korban sia-sia. Tak terbayang betapa sebuah partai
politik semacam ini merupakan sisi lain
dari aksi nyata korporasi penabur dan penebar fitnah dunia, gosip nafas setan, ahli pengganda sekaligus
memanipulasi berita, perekayasa indormasi yang seolah hidupnya di atas angin.
Memang, hukum politik
lebih dominan daripada hukum positif maupun norma yang berlaku di NKRI. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar