karakter
ideologi rintik-rintik mampu merontokkan fakta dan bukti sejarah
Memang begitulah
adatnya. Kalau putera-puteri terbaik bangsa, semaki berkuasa akan berbanding
lurus dengan redupnya praktik pancasila. Semakin tinggi jabatan, maka Pancasila
hanya sebatas dengan sisa akar yang ada. Sedangkan terpaan nikmat dunia semakin
kencang, laju dan nyaris setiap saat. Asas taat, patut, loyal semakin mengemuka.
Kondisi inikah yang
menyebabkan penguasa semakin gencar mengelola konflik. Mimimal memakai tangan
korporasi yang gemar menggandakan gosip nafas setan. Pihak yang hobinya memang
ahli merekayasa fitnah dunia. Pihak yang menguasai media massa, merasa serasa
menguasai dunia. Dunia aladin vs dunia ala jin.
Olahkata sudah dua
alenia, masih belum terasa adanya campur tangan ideologi. Kan Pancasila adalah ideologi
negara. Perjalanan waktu maka Pancasila dijabarkan tiap silanya dengan bentuk
politik yang dikemas dalam bentuk, wujud partai politik. Tiap lambang dari
kelima sila, sebagai lambang dasar sebuah partai politik. Bagaimana urutannya
dari sila pertama sampai sila kelima, apakah ada pengaruh pada partai
politiknya. Tentu ada tapi tiada. Karena tabu diilmiahkan.
Garang garingnya
penguasa, seperti diuraikan di alenia pertama, karena sisa-sisa akarnya sudah
tidak mampu menyerap aspirasi rakyat. Mereka mengandalkan injeksi nutrisi dari
luar. Mereka seolah hanya bisa tegak berwibawa jika ada asupan enerji dari
luar. Maksudnya, bukan pihak luar lho kawan. Jadi ingat pepatah “wayang
ilang gapite”.
Tak salah, waktu yang
berlalu akan semakin berlalu, dan tak mungkin akan kembali. Waktu tak bisa
didaur ulang. Namun akibat campur tangan nafsu dunia manusia politik di
Nusantara, dengan dukungan multipartai, ideologi buka-tutup, maka pasal
eliminasi fakta dan bukti akan tetap terjadi.
Memang, sejarah dicetak
tulis oleh pihak yang sedang berkuasa.
Sejarah kisah sukses
kudeta PKI (partai komunis Indonesia) diap didaur ulang di periode 2014-2019 dengan versi. Banyak
pihak siap berjibaku menulis skenario ulang. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar