ketika Indonesia mata pedih, hati perih, mata-hati
mendidih
Hanya karena ekonomi
sulit, kantong kosong atau kerja tak kunjung datang, ada anak bangsa di balik
gemerlap, gemilang, gempar, gebyar sosok kota besar, yang tanpa pikir lama.mengakhiri
kontrak hidup di dunia. Dengan cara konvensional maupun cara standar.
Perbuatan yang secara
sengaja menghilangkan nyawa diri sendiri, walaupun bukan tanggung jawab sosial
pemerintah, namun jelas melanggar ketentuan-Nya.
Apapun alasanya, tetap
tak masuk pasal hak asasi manusia. Tak masuk rumusan hak konsitusional seseorang
warga negara yang benar dan baik.
Di adegan lain, banyak
anak manusia yang padat Rp tetapi jiwa ideologi minim, kosong atau sesuai asas
ekonomi sehari. Hanya karena menguasai korporasi penabur dan penebar fitnah
dunia, gosip nafas setan, ahli pengganda sekaligus memanipulasi berita, seolah
hidupnya di atas angin.
Fantasi berbasis ambisi
politik membuat banyak manusia politik layu sebelum berkembang. Tampak mekar,
ranum, tegar menggiurkan secara artifisial. Hasil rekayasa genetik. Modus ini
tumbuh subur di lahan dinasti politik, membentuk sekat-sekat pemerintah atau
kerajaan lokal. Walau tak masuk pasal melakukan gerakan separatis, disintegrasi
atau makar konstitusional.
Walhasil, mengacu
penjelasan yang dimaksud dengan "kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang
penegak hukum" adalah tindakan penangkapan, penahanan dan membatasi
kebebasan bergerak seseorang karena latar belakang etnis, agama dan kebangsaan
yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (sumber : Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan).
Maka, setiap manusia
politik wajib memahami ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Jangan sampai
kejadian yang masih, sedang dan akan berlangsung menjadi tradisi politik. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar