Halaman

Senin, 11 September 2017

ketika Indonesia mata pedih, hati perih, mata-hati mendidih



ketika Indonesia mata pedih, hati perih, mata-hati mendidih

Hanya karena ekonomi sulit, kantong kosong atau kerja tak kunjung datang, ada anak bangsa di balik gemerlap, gemilang, gempar, gebyar sosok kota besar, yang tanpa pikir lama.mengakhiri kontrak hidup di dunia. Dengan cara konvensional maupun cara standar.

Perbuatan yang secara sengaja menghilangkan nyawa diri sendiri, walaupun bukan tanggung jawab sosial pemerintah, namun jelas melanggar ketentuan-Nya.

Apapun alasanya, tetap tak masuk pasal hak asasi manusia. Tak masuk rumusan hak konsitusional seseorang warga negara yang benar dan baik.


Di adegan lain, banyak anak manusia yang padat Rp tetapi jiwa ideologi minim, kosong atau sesuai asas ekonomi sehari. Hanya karena menguasai korporasi penabur dan penebar fitnah dunia, gosip nafas setan, ahli pengganda sekaligus memanipulasi berita, seolah hidupnya di atas angin.

Fantasi berbasis ambisi politik membuat banyak manusia politik layu sebelum berkembang. Tampak mekar, ranum, tegar menggiurkan secara artifisial. Hasil rekayasa genetik. Modus ini tumbuh subur di lahan dinasti politik, membentuk sekat-sekat pemerintah atau kerajaan lokal. Walau tak masuk pasal melakukan gerakan separatis, disintegrasi atau makar konstitusional.

Walhasil, mengacu penjelasan yang dimaksud dengan "kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum" adalah tindakan penangkapan, penahanan dan membatasi kebebasan bergerak seseorang karena latar belakang etnis, agama dan kebangsaan yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (sumber : Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan).

Maka, setiap manusia politik wajib memahami ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Jangan sampai kejadian yang masih, sedang dan akan berlangsung menjadi tradisi politik. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar