hoaks vs kaca benggala penguasa
Rakyat masih ingat betapa bahwa "Blusukan
Tematik" Presiden ke tempat-tempat pelayanan publik, daerah terpencil,
daerah rawan konflik, daerah potensial, dan pulau terdepan sebagai penguatan
efektivitas komunikasi dan dialog langsung/blusukan untuk memberikan efek
kejutan bagi rakyat dan birokrasi bahwa presiden tetap hadir dalam setiap
persoalan mereka.
Bukti lain daya juang ideologi sang presiden, adalah
melakukan secara menerus acara kenegaraan, tanpa protokler, adalah pasang mata
telingan atas berita bohong utawa hoax alias hoaks. Semua dilakukan secara
mandiri, swadaya, berdikari. Tidak mengandalkan tukang endus informasi atau
corong resmi pemerintah.
Semua ujaran berbasis ujaran kebencian menjadi fokus
utama. Didramatisir dengan kasus pasal hina presiden vs pasal presiden hina. Tak
ada hubungan historis dengan presiden sebagai petugas partai. Sambil sidang kabinet,
hasil pelacakan dipaparkan dengan gamblang, lengkap, terperinci sedemikian rupa
sehingga seolah menjadi agenda utama negara untuk membasminya.
Jangan lupa, semua skenari dipaparkan dengan “udang di
balik batu”-nya, presiden yang beum jatuh tempo saja jadi sasaran nyata gerakan
aksi korporasi penabur, penebar gosip nafas setan. Apalagi, pihak yang mau
coba-coba menyaingi di pemilu serentak 2019. Ora main pak lik/mbok dé.
Olahkata ini malah mbladrah. Memangnya scenario penguasa
tak bisa ditebak dengan cara sederhana. Tidak perlu dibuktikan secara yuridis
formal, lha wong fakta ceta wéla-wéla. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar