kawasan
bebas korupsi vs kawasan bebas separatis ideologi
agar tak rancu, ragu
dengan apa itu yang dimaksud dengan lema “separatis”, kita lacak Perpu
2/2017 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Fokus pada
penjelasan Pasal 59 Ayat (4) Huruf b, yang berbunyi :
Yang dimaksud dengan "melakukan kegiatan
separatis" adalah kegiatan yang ditujukan untuk memisahkan bagian dari atau
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau menguasai bagian atau
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik atas dasar etnis,
agama, maupun ras.
Jelas apa yang tersurat maupun tersirat dibalik kandungan “separatis”.
Kendati dalam praktik kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, nyata-nyata
terjadi dinasti politik atau pemerintah bayangan, itu hanya sebagai konsekuensi
logis demokrasi. Dampak ringan pelaksanaan konstitusi secara beradab dan sesuai
karakter dan watak dasar manusia politik.
“Musuh negara” vs “musuh rakyat” di depan mata tak tampak oleh aparat
keamanan, aparat penegak hukum. Masalah posisi kawan.
Kalau di atas kepala, semacam koruptor, harus bertindak ekstra hati-hati,
super waspada. Bak meludah ke atas. Bisa ketimpa malapetaka. Main tonjok ke
atas, resiko ditanggung sendiri. Menuding ke atas, malah bisa kena pasal
merongrong wibawa negara. Mengacungkan tinju ke atas, bisa langsung dapat pasal
basmi di tempat kejadian perkara.
Andai di bawah kaki. Semacam aksi de-mogok, demo dengan dilengkapi mogok. Aksi
turun gunung rakyat. Aksi unjuk rasa dan unjuk raga penduduk, rakyat, warga
negara, masyarakat berbasis hak
konstitusional, tinggal tunggu komando. Atau sesuai aturan main, SOP,
mengganggu ketetiban umum. Paling mudah, tak pakai lama, langsung gunakan
senjata pamungkas, jurus andalan yaitu dengan pasal makar.
Kita bersyukur, karena masih ada bangsa dan rakyat NKRI,
secara konsekuen dan konsisten tetap mempraktikkan sila-sila Pancasila. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar