modus demokrasi dan kebebasan blusukan tindak tutur
Rumusan tentang
demokrasi yang berlaku di Indonesia, sangat dinamis dan kondisional. Tergantung
pihak yang menterjemahkan sekaligus mempraktikannya.
Tidak ada batasan baik
dan buruk maupun skala benar dan salah. Bahkan tiap individu penduduk bebas
membuat terjemahan bebasnya. Sesuai pengalaman hidup. Berdasar angan-angan. Atau
yang bersifat spontan, dadakan, atau
kagetan.
Ibarat tersangka yang
diwawancarai tukang ganda berita, malah pamer bego. Inilah demokrasi ala
Indonesia, pihak terpidana bisa tampil sebagai nara sumber.
Perjalanan nasib
demokrasi yang berbagai versi, jelmaan, pengejawantahan, sublimasi serta
terkontaminasi aneka warna ideologi lokal.
Terkadang, demokrasi
belum matang sudah langsung jadi landasan konstitusional oleh para pemenang
pesta demokrasi. demokrasi lokal memang mendukung keberlangsungan dinasti
politik. Disinilah tantangan nyata dari perwujudan demokrasi nasional. Memang secara
de jure dan de facto Indonesia mengenal adanya partai politik
lokal.
Demokrasi Indonesia
memang akumulasi dari demokrasi lokal.
Salah satu cabang atau
wujud nyata demokrasi adalah kebebasan berekspresi. Berkreasi dengan kata lisan
maupun wujud kata tertulis. Ditunjang kemanfaatan kemajuan Teknologi Informasi
dan Komunikasi. Terjadi fenomena, semakin dekat jarak maka sarana sms malah
tidak efektif. Malah membutuhkan dan memakan waktu, diluar nalar, logika dan
akal paling sederhana sekalipun.
Masalah mendasar, tindak
tutur, seolah keluar dari mulut atau hasil olah tangan manusia secara otomatis.
Tanpa proses di hati. Seperti kata bijak, bahwa penebar dan penabur tutur kata
maupun olahkata mengandung nilai-nilai kefasikan, akan merasa puas jika ada
korbannya.
Hebatnya lagi, pihak
penabur dan penebar bibit perpecahan bukan perbuatan orang iseng. Tapi sudah
hasil rekayasa sosial korporasi. Utamanya dari pemodal raksasa, yang menjaga
stabilitas politik sesuai skenarionya.
Di sela-sela modus besar
ini memang membuka peluang bisnis bagi pihak yang gemar memperkeruh suasana. Mereka
mengambil keuntungan dari dua koalisi parpol yang sedang berseteru.
Mereka bak benalu, parasit
yang menempel pada sistem pemerintahan yang sedang berjalan. Atau bagian nyata
dari pemerintahan bayangan. Entahlah. Beda dengan petani tanam padi, tumbuh subur ilalang. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar