Halaman

Senin, 18 September 2017

karir penguasa berbanding lurus dengan lupa Pancasila



karir penguasa berbanding lurus dengan lupa Pancasila

Wajar jika kawanan geng motor, semakin banyak maka akan semakin brutal, ganas, dan berani mati. Pola kerja secara padat karya, gotong royong diharapkan akan  mempercepat proses waktu perkerjaan.

 Pada acara pesta pernikahan, jika yang diundang pasangan suami isteri, ternyata datang dengan membawa anaknya. Maka dipastikan hidangan akan cepat ludes sebelum acara selesai.

Tak ada hubungannya dengan jabatan sebagai pucuk pimpinan. Katakan, contoh sederhananya adalah presiden, kepala pemerintahan, kepala negara atau sebutan formal lainnya. Syarat administrasi, syarat teknis atau segala bentuk syarat formal, dipastikan yang merasa layak tidak mau antri.

Kasus lain, jika kendaraan semakin dipacu, melaju cepat, maka waktu tempuh dirasa lebih cepat. Dibanding dengan laju kendaraan yang standar atau sesuai rambu-rambu lalu lintas.

Hukum fisika digabung matematika, akan mengatakan jika seseorang semakin tinggi posisinya, maka akan ada yang ditinggalkan, ditanggalkan. Secara horizontal, semakin jauh jarak tempuh, juga ada sesuatu yang dilampaui dan sekaligus dilupakan.

Jadi, dengan semakin tinggi, semakin jauh, maka akan ada hal yang mendasar yang akan dilupakan. Semacam waktu yang sudah kita pakai, tak akan kembali lagi. Tinggal pakai waktu yang ada di depan mata.

Bukan kebetulan kalau Pancasila sebagai dasar negara, maka jika seseorang sudah mabuk jabatan, maka seolah-olah Pancasila sudah jauh dari mata. Jauh dari kehidupan sehari-hari.

Pancasila semangkin ditinggalkan, semangkin ditanggalkan di landasan, demi menjaga keseimbangan, kestabilan kekuasaan. Mau tak mau akan melirik ke segala penjuru. Membntuk sekutu. Atau malah mencari sandaran, cantolan agar tampak kokoh. Tampak wibawa negara menjadi nyata, terukur dan bisa tepuk jidat.

Diam saja sudah banyak yang merayu. Diajak bermitra. Padahal mitra dari negara paling bersahabat yang menjadi alat pendongkrak martabatnya. Terjadilah barter politik. Biaya politik sudah ada investor politik. Opo tumon. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar