Halaman

Senin, 18 September 2017

Indonesia menjadi negara abdi daya



Indonesia menjadi negara abdi daya

Apa kata dunia, komentar Bank Dunia atau sinyelemen PBB,  tidak berpengaruh pada laju pertambahan dan pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia. Mau ada Masyarakat Ekonomi ASEAN, atau bahkan Perang Dunia, Indonesia tetap Indonesia.

Apa keluh tukang pajak, memang kalau pajak sekecil 1000 ribu Rp per orang/bulan bisa masuk, mau dibelikan apa oleh pemerintah Jokowi-JK. Untuk honor penguasa pun mungkin kurang. Dana parpol dimatematika sesuai perolehan suara pada pemilu legislatif 2014.

Satu abad Indonesia merdeka, 1945 + 100 = tahun 2045, apa saja harapan dan asa kita. Apakah ibukota negara sudah tidak di Jakarta lagi. Apakah dinasti politik yang menimbulkan pemerintah bayangan sudah merata disetiap provinsi. Apakah gerakan separatis politik yang didukung negara multipartai sudah dan malah didukung UU.

Jangan-jangan, tindak pidana korupsi bukan pelanggaran hukum. Hanya menabrak kode etik penguasa. Semakin besar uang yang dikorup, semakin banyak pihak yang terlibat malah dianggap tindak jasa bagi keberlangsungan pemerintah dan wibawa negara.

Maksud hati memeluk gunung, apa daya banyak pihak yang menjulurkan tangannya. Semua partai politik merasa berhak, merasa punya andil, merasa ikut kontribusi aktif, nyata, menerus saat memakmurkan dan mensejahterakan bangsa dan  negara.

Akhirnya Indonesia memilih “tak akan lari gunung dikejar”. Entah apa maunya.

Semua pihak mengeluarkan daya terakhir untuk berebut satu kursi kekuasaan sebagai presiden, kepala pemerintahan, kepala negara, mandataris . . . . atau petugas partai. 

Tak terhitung modus tipu daya, rekayasa alih daya, ramuan ajaib apa daya yang sudah diperas habis oleh manusia politik Nusantara. Semangat bangun dan bela negara secara swadaya, mandiri, berdikari, ditimpali, diimbangi efek domino utawa efek kejutan bagi rakyat dan birokrasi bahwa presiden tetap hadir dalam setiap persoalan mereka. Agar wibawa negara tetap eksis, berkibar menyebabkan tumpukan utang luar negeri semakin membengkak. Walau masih di bawah ketentuan UU. Tak ada kaitannya dengan investor politik dari negara paling bersahabat. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar