karakter
ideologi Pancasila penguasa, bak wayang kulit tanpa gapit
Para penyuka wayang
kulit, bisa membayangkan betapa lunglainya jika tanpa gapit. Beda karakter
dengan wayang golek, kalau tidak dirogoh dari bawah “tidak bisa hidup”. Jangan bandingkan
dengan boneka tali, yang bergantung pada beberapa utas tali dan bisa “bermain”
tergantung kebijakan sang beberapa dalang.
Penonton belum lupa jika
putera-puteri terbaik bangsa, semakin berkuasa akan berbanding lurus dengan
redupnya praktik Pancasila. Semakin tinggi jabatan, maka Pancasila bertahan di
jiwa raga, hanya sebatas dengan sisa akar yang ada. Sedangkan terpaan nikmat
dunia semakin kencang, laju dan nyaris setiap saat. Asas taat, patut, loyal
semakin mengemuka.,
Pekerjaan Rumah terbesar
detasemen spesialis anti korupsi Bhayangkara, yang akan buka praktik mulai 2018,
adalah cuci tangan, bersih-bersih diri, mandi kembang 7 warna, 7 rupa, masak
jenang abang, cuci gudang dan vermak habis-habisan sistem hukum pidana dan/atau
perdata.
Bisa terjadi sampai
akhir periode 2014-2019 NKRI akan kehabisan stok wayang kulit. Minimal, segala
perwatakan wayang kulit sudah tidak memasok kebutuhan manusia sebagai wayang
politik. Muncul berbagai jenis dan tingkat karakter yang belum pernah ada
sebelumnya. Terindikasi sebagai perpaduan, kombinasi, gabungan atau resultan
atau sinerjinya.
Akhirnya, secara
horizontal, sesama petugas partai hanya tunggu nasib, tunggu bola liar. Semakin
mendapat arahan berbasis asas komunikasi, koordinasi, komando, kendali atau
sejenis, di satu sistem, maka ke bawah akan semakin beringas.
Hak konstitusional
rakyat, penduduk yang ber KTP-el, sudah bisa direkayasa, dimanipulasi atas nama
demokrasi. Bukan berarti ada boneka robot. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar