gerakan masa lampau vs bayang-bayang masa depan
Hukum di era Reformasi, selain seolah jalan di
tempat, tebang pilih, asal tembak di tempat, tergantung pihak berperkara, pasal
yang dituduhkan, hanya heboh di awal kasus, setelah itu meredup. Modus KUHP
(kasih uang habis perkara) tetap berlaku. Media massa, dengan berbagai acara
tayangan di TV swasta mengambil alih lembaga peradilan dan pengadilan. Acara
bukan untuk membongkar mafia megakasus, melacak dalang intelektual, menyingkap
skenario terselubung, mengungkap fakta lapangan, menyibak konspirasi tangan tak
terjamah, tetapi malah mengacak-acak emosi dan opini pemirsa. Membangun sentiment
negative. Tepatnya malah mampu memperkeruh suasana kebatinan dan aliran
kepercayaan berbasis revolusi mental.
Wajar, jika seorang anak sampai sudah berkeluarga,
mempunyai anak keturunan, masih ingin kumpul dengan kedua orang tuanya. Dengan masih
adanya kedua orang tua, masih sempat berbakti.
Acara utama mudik lebaran adalah kangen kampng halaman,
rindu rumah tinggal dimana dilahirkan, dibesarkan. Jumpa kedua orang tua yang
ingin dikerubungi anak cucu.sua kawan lama, kawan sepermainan waktu kecil. Merasakan
sentuhan alam lingkungan tempat tinggal.
Ketika usia/umur umat Islam seolah-olah ada
batasannya, sekitar sampai usia Rasulullah saw. Untuk itu Allah swt
menganugerahi malam seribu bulan, di bulan Ramadhan. Jika ada yang melampauai
batas usia Rasulullah, maka dianggap bonus.
Kehidupan berbangsa dan bernegara tak jauh dari
pola kehidupan masyarakat maupun pola hidup keluarga, rumah tangga atau
individu.
Masih ada purera-puteri bangsa yang ingin berumur
panjang sekaligus melanjutkan kejayaan masa lampau. Masih ingin menunjukkan
bakti ke kakek-nenek moyang. Merasakan hangatnya bayang-bayang dan nama besar
leluhur.
Menurut mereka, masa depan bukan prestasi diri,
tetap lebih ditekankan sebagai warisan dari kakek-nenek moyang. Sebagai tindak
lanjut dan dampak jasa besar kakek-nenek moyang [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar