MBR, antara masyarakat kurang beruntung dengan permanent
underclass
Sejauh
ini kita sudah familiar dan hafal dengan ejaan MBR yang merupakan singkatan
dari Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Bicara MBR tak akan lepas sebagai subyek
pembangunan rumah.
Salah
satu faktor pertimbangan UU 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
adalah bahwa pertumbuhan dan pembangunan wilayah yang kurang memperhatikan
keseimbangan bagi kepentingan masyarakat berpenghasilan rendah mengakibatkan kesulitan
masyarakat untuk memperoleh rumah yang layak dan terjangkau.
Mungkin
dengan mengacu pada hakikat “pertumbuhan dan pembangunan wilayah”, sebagai entry
point melihat fakta yang ada.
Diyakini,
terjadinya disparitas atau ketimpangan, kesenjangan pembangunan antar wilayah
terutama terjadi antara perdesaan dan perkotaan, antara Pulau Jawa dan luar
Jawa, antara antara pusat-pusat pertumbuhan dengan kawasan hinterland dan
kawasan perbatasan, serta antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur
Indonesia. Kondisi ini seolah menjadi
menu di setiap RPJMN. Secara kasus, di RPJMN 2015-2019 dikenalkan ada kabupaten
sebagai daerah yang kurang beruntung.
Kita
simak “Strategi Pengurangan Ketimpangan Dalam RPJM 2015-2019:, Kemen
PPN/Bappenas, 2014. Mulai dengan menyimak : Gini rasio digunakan sebagai ukuran
kesenjangan/ketimpangan distribusi pendapatan atau kekayaan antar tingkat
golongan pendapatan dalam suatu negara, yang merupakan hasil atau konsekuensi
dari perkembangan kehidupan yang dinamis dan kegiatan-kegiatan pembangunan yang
dilakukan secara simultan.
Peningkatan
Gini Rasio di Indonesia pada akhir-akhir ini bukan karena menurunnya pendapatan
masyarakat berpendapatan rendah dan kenaikan pendapatan masyarakat golongan
berpendapatan tinggi, tetapi karena peningkatan pendapatan masyarakat berpendapatan
tinggi lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan masyarakat berpendapatan
rendah.
UU
17/2007 tentang RPJP 2005-2025 menjelaskan bahwa Masalah kemiskinan bersifat
multidimensi, karena bukan hanya menyangkut ukuran pendapatan, melainkan karena
juga kerentanan dan kerawanan orang atau masyarakat untuk menjadi miskin.
Kemiskinan juga menyangkut kegagalan dalam pemenuhan hak dasar dan adanya
perbedaan perlakuan seseorang atau kelompok masyarakat dalam menjalani
kehidupan secara bermartabat.
Masalah
MBR hanya pada pendapatan. Soal pengeluaran, memang ada pengertian Penduduk
miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan
di bawah Garis Kemiskinan.
Menyangkut
“nasib”, mungkin MBR lebih bernasib baik dibanding dengan kategori masyarakat
yang kurang beruntung. Mengacu lampiran UU 17/2007 yaitu Dalam rangka
pembangunan berkeadilan, pembangunan kesejahteraan sosial juga dilakukan dengan
memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang
beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah
terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.
Selama
elit masih menganggap perlunya kehadiran rakyat sebagai permanent underclass,
maka kemiskinan dan kesenjangan akan sangat sulit dihapuskan di negeri yang
kita cintai ini. (sumber : “Kemsikinan-Kesenjangan : Perbuatan atau Pembiaran?”,
orasi kebudayaan H.S Dillon 2016).
Belum
lagi jika dilihat bahwa setiap K/L mempunyai formulasi dalam menangani masalah
rakyat, penduduk, warga negara, masyarakat sampai keluarga, rumah tangga dan
sebutan lainnya. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar