Halaman

Sabtu, 02 September 2017

Idul Adha dan semangat kurban kekuasaan



Idul Adha dan semangat kurban kekuasaan

Ibadah kurban merupakan merupakan bentuk ritual dan simbol untuk mengakhiri kurban manusia (human sacrifation) kemudian digeser ke bentuk kurban binatang (animal sacrifation).

Betapa kiat nabi Ibrahim mendewasakan anaknya, saat mendapat perintah liwat mimpi untuk menyembelih puteranya, Ismail, yang masih anak-anak. Nabi Ibrahim mengajak puteranya, Ismail kecil, untuk dialog dan diskusi ikhwal perintah Allah swt.

Namun, ritual kemanusiaan yang seolah tak terdampak oleh semangat idul adha, adalah masih terjadi perbudakan manusia oleh manusia lainnya. Berbagai bentuk perbudakan antara lain upaya pemusnahan suatu etnis karena beda agama di satu negara.

Lain kisah dan cerita di NKRI. Anak bangsa, putera asli daerah, orang dan/atau manusia penghuni Nusantara sengaja menghambakan dirinya sebagai budak politik.

Demi meraih kursi sebagai lambang, simbol kekuasaan duniawi, apapun akan dikorbankan. Sampai harga diri yang masih tersisa.

Ketika kekuasaan sudah di tangan, tentu akan dipertahankan sampai nafas terakhir. Karena ada batas waktu kekuasaan, maka minimal bagi-bagi kekuasaan hanya kepada yang sesuai seleranya. Relawan yang modal dengkul sampai pasang badan, tidak otomatis dapat jatah kekuasaan.

Bagi kekuasaan lebih sebagai balas jasa, balas budi kepada pemodal, investor politik. Terlebih jika terjerat, terjebak gurita investor politik dunia. Khususnya dari negara paling bersahabat. Walau tetangga jauh.

Di NKRI, “kurban kekuasaan” diartikan mengorbankan kekuasaan kecil untuk meraih kekuasaan yang lebih besar. Kekuasaan kecil sebagai umpan untuk menangkap buruan yang lebih besar. Namanya Indonesia.[HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar