Idul Adha dan semangat kurban kekuasaan
Ibadah kurban merupakan
merupakan bentuk ritual dan simbol untuk mengakhiri kurban manusia (human
sacrifation) kemudian digeser ke bentuk kurban binatang (animal
sacrifation).
Betapa kiat nabi Ibrahim
mendewasakan anaknya, saat mendapat perintah liwat mimpi untuk menyembelih
puteranya, Ismail, yang masih anak-anak. Nabi Ibrahim mengajak puteranya, Ismail
kecil, untuk dialog dan diskusi ikhwal perintah Allah swt.
Namun, ritual
kemanusiaan yang seolah tak terdampak oleh semangat idul adha, adalah masih
terjadi perbudakan manusia oleh manusia lainnya. Berbagai bentuk perbudakan
antara lain upaya pemusnahan suatu etnis karena beda agama di satu negara.
Lain kisah dan cerita di
NKRI. Anak bangsa, putera asli daerah, orang dan/atau manusia penghuni
Nusantara sengaja menghambakan dirinya sebagai budak politik.
Demi meraih kursi sebagai
lambang, simbol kekuasaan duniawi, apapun akan dikorbankan. Sampai harga diri
yang masih tersisa.
Ketika kekuasaan sudah
di tangan, tentu akan dipertahankan sampai nafas terakhir. Karena ada batas
waktu kekuasaan, maka minimal bagi-bagi kekuasaan hanya kepada yang sesuai
seleranya. Relawan yang modal dengkul sampai pasang badan, tidak otomatis dapat
jatah kekuasaan.
Bagi kekuasaan lebih
sebagai balas jasa, balas budi kepada pemodal, investor politik. Terlebih jika
terjerat, terjebak gurita investor politik dunia. Khususnya dari negara paling
bersahabat. Walau tetangga jauh.
Di NKRI, “kurban
kekuasaan” diartikan mengorbankan kekuasaan kecil untuk meraih kekuasaan yang
lebih besar. Kekuasaan kecil sebagai umpan untuk menangkap buruan yang lebih
besar. Namanya Indonesia.[HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar