karakter
ideologi pe-revolusi mental, minim peluh sarat keluh
Bentuk fisik, postur tubuh, tongkrongan
raga, tangkringan jasmani maupun atribut
kejiwaan, sifat orang tua bisa mewaris atau menurun ke anaknya. Tidak salah kalau seorang anak mewarisi watak
orang tuannya, bahkan hasil kombinasi watak ibu bapaknya. Sifat, watak,
karakter, tabiat atau padanan kata
lainnya, bisa bersifat turunan sebagai pengaruh internal dan terkecuali
pengaruh eksternal.
Atribut atau asesoris apa saja yang
dibawa manusia sejak dalam kandungan bahkan? Kita mengacu [QS Al Ma’aarij (70)
: 19-23] : “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi
kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat
kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang
mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,”
Jangan diartikan Allah
menjadikan sifat keluh kesah lagi kikir, sebagai beban kehidupan, atau diaggap
dosa bawaan, dosa titipan. Atau bahkan dijadikan alasan jika kita berhal demikian,
saat kita bernasib demikian. Keluh kesah lagi kikir sebagai penyakit umat
manusia tentu ada obatnya. Tersurat di surat/ayat di atas, obat anti keluh
kesah lagi kikir yaitu ‘kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang
mereka itu tetap mengerjakan shalatnya’.
Manusia politik yang beredar bebas
di Nusantara, tanpa pengaruh HET. Karena nilai tukar kawanan parpolis
tergantung atau seolah menjadi harga liar. Ya artiya tergantung fanatisme
masyarakat terhadap merek tertentu. produk tertentu. Sentiment yang terbangun
sebagai timbal balik tindak kebencian manusia politik yang sedang menikmati
kekuasaannya.
Soal sifat manusia politik yang
berbasis keluh kesah lagi kikir, tentu ada penyebab konstitusionalnya.
Pertama. Sudah menelan biaya politik,
dari kantong pribadi, tabungan keluarga sampai pinjaman atau utangan yang
mengikat (semacam barter politik), ujung-ujungnya suara masuk tidak mencukupi
untuk menjadi wakil rakyat ataupun kepala daerah. Jangan dibayangkan betapa “harga”
dari sebuah jabatan presiden.
Kedua. Semua sumber daya sudah
terpakai habis. Memang jabatan sudah diraih, di tangan dan sudah diambil sumpah
jabatan. Namun masih ada ambisi yang belum terwujud. Belum lagi beban utang ke
makelar; cukong; ke investor politik. Diperparah dengan beban balas jasa, beban
balas budi yang sulit lunasi dalam satu periode.
Jadi kikirnya manusia politik,
minimal sesuai dengan dua alasan di atas.
Keluh kesahnya manusia politik, dikarenakan
meratapi nasib diri. Semisal, contoh gamblang, terang benderang adalah jika ada
anak bangsa, putera-puteri asli daerah terbaik, yang menjadi spesialis peserta
pesta demokrasi. Selalu kalah angka.[HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar