Otoritas
Kepala Daerah Tak Akan Bertepuk Sebelah Tangan
Orotitas kepala daerah, apakah gubernur maupun bupati/walikota,
semakin bertaji jika mampu berkomunikasi, berkoordinasi atau tepatnya
mengendalikan pihak legislatif, kalangan yudikatif serta mempunyai akses
langsung ke partai politik atau gabungannya.
Berbagai pasal tentang tugas, wewenang dan kewajiban
hanya akan menambah legitimasi kepala daerah, selain kondisi di atas, dengan
fakta bahwa kepala daerah adalah dari orang kuat lokal. Artinya, dari sebuah
keluarga yang secara turun temurun seolah merupakan bagian dari daerah. Atau, dikarenakan
sebagai sebuah keluarga pelaku ekonomi yang sukses.
Kondisi praktik etonomi daerah, yang mungkin masih ada
daerah yang senin-kamis atau sebagai daerah yang kurung beruntung. Masih terdapat
kabupaten/kota yang timpang dalam hal pembangunan daerah. Bahkan di pulau Jawa,
masih terdapat kantong-kantong penduduk miskin, kawasan kumuh perkotaan.
Kasus kepala daerah yang masih akrab dengan OTT KPK,
hanya bukti sederhana betapa sebagai penguasa tunggal ikut bermain disemua
lini. Kepala daerah yang rajin melakukan tindak turun tangan, blusukan ke
sistem dan mekanisme pengambilan keputusan , apakah mempengaruhi kinerja
pemerintah, tidak menjadi perosoalan. Apakah nanti akan meninggalkan berbagai
tumpukan PR (pekerjaan rumah) menjadi tanggung jawab periode selanjutnya.
Di pihak lain, banyak mitra pemerintah daerah, khususnya
pihak swasta, masyarakat maupun korporasi, yang harus pandai-pandai membaca
aturan main sang kepala daerah. Mereka tahu betul bagaimana bermain yang
cantik, aman dan tidak ada pihak yang merasakan dirugikan. Kalau rakyat
berposisi pada pihak yang dirugikan, atau sebagai pihak penerima dampak
pembangunan, hal wajar.
Ulah kepala daerah akan semakin nejadi-jadi atau sampai
klimaksnya, jika ujaran, anjuran, tindak tutur kepala daerah adalah hukum. Minimal
sebagai sinyal aspirasi kepala daerah, yang tidak bisa ditawar apalagi diganggu
gugat. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar