Halaman

Sabtu, 06 Mei 2017

Wakil Rakyat Dan Hak Untuk Menjadi Dirinya Sendiri



Wakil Rakyat Dan Hak Untuk Menjadi Dirinya Sendiri

Humor politik, kalau wakil rakyat mau naik kasta, caranya sederhana. Predikat “wakil” dilepas, masuk ranah sebagai pejabat dengan predikat baru yaitu ‘rakyat’. Masuk kategori kelas rakyat.

Sila keempat Pancasila  : “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” menjadi landasan idiil bagi eksistensi wakil rakyat.

Sesuai dengan Penjelasan UUD NRI tahun 1945, Pembukaan mengandung empat pokok pikiran yang diciptakan dan dijelaskan dalam batang tubuh. Hakikat “perwakilan” masuk ke pokok pikiran ketiga berintikan ‘Kedaulatan rakyat’, yaitu; “negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan”.

Ternyata ada hak anggota wakil rakyat yang dijelaskan di UU 17/2014 maupun perubahannya tentang MD3. Penjelasan UU MD3 :
Hak anggota DPR/DPRD provinsi/DPRD kabupaten/kota untuk menyampaikan usul dan pendapat secara leluasa baik kepada Pemerintah/Pemerintah Daerah maupun kepada DPR/DPRD provinsi/DPRD kabupaten/kota sendiri sehingga ada jaminan kemandirian sesuai dengan panggilan hati nurani serta kredibilitasnya. Oleh karena itu, setiap anggota DPR/DPRD provinsi/DPRD kabupaten/kota tidak dapat diarahkan oleh siapa pun di dalam proses pengambilan keputusan. Namun, tata cara penyampaian usul dan pendapat dimaksud tetap memperhatikan tata krama, etika, moral, sopan santun, dan kepatutan sebagai wakil rakyat.

Mengacu kalimat kunci
Oleh karena itu, setiap anggota DPR/DPRD provinsi/DPRD kabupaten/kota tidak dapat diarahkan oleh siapa pun di dalam proses pengambilan keputusan.

Tunggu dulu, adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) kaitannya dengan sila keempat Pancasila, UU MD3 menjelaskan liwat :

Pasal 11
Anggota MPR berkewajiban:
f. melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah.

Secara yuridis formal, kehirarkisan yang menyatakan MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum (Pasal 22 UU MD3), menyuratkan sekaliguis menyiratkan kedigdayaan, keperkasaan, keunggulan MPR.

Kapan mau menjelaskan, menerangkan, menguraikan kalimat kunci hak anggota wakil rakyat. Sabar kawan, Belanda masih jauh. Namun China sudah di pelupuk mata.

Praktik atau realita bahwa seorang masyarakat, penduduk atau warga negara Indonesia bisa meraih derajat, pangkat, martabat sebagai wakil rakyat, tak lepas dari campur tangan dari biro jasa partai politik. Seideal-idealnya idealisme wakil rakyat, karena sudah tanda tangan kontrak dengan biro jasa partai politik, pasti tidak bisa lepas dari kebijakan partai dan/atau restu oknum ketum partai politik.

Mengacu aspek kebahasaan, yakinlah dengan wakil rakyat “tidak dapat diarahkan oleh siapa pun di dalam proses pengambilan keputusan”. Perjalan karir politik wakil rakyat agar bisa tuntas satu periode harus, bahkan wajib, patuh pada rambu-rambu politik.

Lebih esensial lagi dengan mengacu asas bahwa hukum dibuat untuk dilanggar. Artinya pencitraan tidak dapat diarahkan oleh siapa pun di dalam proses pengambilan keputusan”, mengandung maksud atau dengan harapan  ada dua alternatif :

Alternatif pertama, dalam praktiknya, kejadian yang terjadi adalah keadaan perkara sebaliknya. Proses pengambilan keputusan bisa aman, lancar sesuai tata tertib persidangan, karena semua pihak sudah melaksanakan aneka arahan. Terkadang terjadi aklamasi dan tinggal ketok palu sepakat.

Alternatif kedua, sebagai promosi kepada pihak yang berpotensi “mampu, cakap dan layak memberikan arahan”. Diharapkan dengan arahan dan segala konsekuensinya, dapat memperlancar jalannya proses, prosedur pengambilan keputusan. Semua pihak berperkara saling diuntungkan atau tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

Mau tak mau, wakil rakyat bak makan buah simalakama. Harus memainkan peran ganda, antara sebagai wakil rakyat dengan peran utamanya sebagai wakil partai politik.

Lingkaran setan : ideologi – demokrasi – partai politik membentuk mazhab anyar yang mendaulat dan memutlakkan dirinya sebagai bentuk kebenaran nyata yang tak dapat diganggu gugat.  Permainan belum usai dan tak pernah rampung. Satu periode atau selama lima tahun, terasa cepat bagi  wakil rakyat yang mahir dan ahli melakukan praktik jual-beli arahan. Mungkin bagi wakil rakyat yang berkomitmen untuk tetap menjadi dirinya sendiri, bak duduk di kursi panas.  [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar