Wakil
Rakyat Dan Hak Untuk Menjadi Dirinya Sendiri
Humor
politik, kalau wakil rakyat mau naik kasta, caranya sederhana. Predikat “wakil”
dilepas, masuk ranah sebagai pejabat dengan predikat baru yaitu ‘rakyat’. Masuk
kategori kelas rakyat.
Sila
keempat Pancasila : “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan” menjadi landasan idiil bagi eksistensi wakil rakyat.
Sesuai dengan Penjelasan UUD NRI tahun 1945, Pembukaan
mengandung empat pokok pikiran yang diciptakan dan dijelaskan dalam batang
tubuh. Hakikat “perwakilan” masuk ke pokok pikiran ketiga berintikan
‘Kedaulatan rakyat’, yaitu; “negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas
kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan”.
Ternyata ada hak anggota wakil rakyat yang dijelaskan di
UU 17/2014 maupun perubahannya tentang MD3. Penjelasan UU MD3 :
Hak anggota DPR/DPRD provinsi/DPRD kabupaten/kota untuk menyampaikan usul
dan pendapat secara leluasa baik kepada Pemerintah/Pemerintah Daerah maupun
kepada DPR/DPRD provinsi/DPRD kabupaten/kota sendiri sehingga ada jaminan
kemandirian sesuai dengan panggilan hati nurani serta kredibilitasnya. Oleh
karena itu, setiap anggota DPR/DPRD provinsi/DPRD kabupaten/kota tidak dapat
diarahkan oleh siapa pun di dalam proses pengambilan keputusan. Namun, tata
cara penyampaian usul dan pendapat dimaksud tetap memperhatikan tata krama,
etika, moral, sopan santun, dan kepatutan sebagai wakil rakyat.
Mengacu
kalimat kunci
Oleh karena itu, setiap anggota DPR/DPRD provinsi/DPRD
kabupaten/kota tidak dapat diarahkan oleh siapa pun di dalam proses pengambilan
keputusan.
Tunggu
dulu, adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) kaitannya dengan sila keempat
Pancasila, UU MD3 menjelaskan liwat :
Pasal 11
Anggota MPR berkewajiban:
f. melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah.
Secara
yuridis formal, kehirarkisan yang menyatakan MPR terdiri atas
anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum (Pasal 22 UU
MD3), menyuratkan sekaliguis menyiratkan kedigdayaan, keperkasaan, keunggulan
MPR.
Kapan mau menjelaskan, menerangkan,
menguraikan kalimat kunci hak anggota wakil rakyat. Sabar kawan, Belanda masih
jauh. Namun China sudah di pelupuk mata.
Praktik atau realita bahwa seorang
masyarakat, penduduk atau warga negara Indonesia bisa meraih derajat, pangkat,
martabat sebagai wakil rakyat, tak lepas dari campur tangan dari biro jasa
partai politik. Seideal-idealnya idealisme wakil rakyat, karena sudah tanda
tangan kontrak dengan biro jasa partai politik, pasti tidak bisa lepas dari
kebijakan partai dan/atau restu oknum ketum partai politik.
Mengacu aspek kebahasaan, yakinlah
dengan wakil rakyat “tidak dapat diarahkan
oleh siapa pun di dalam proses pengambilan keputusan”. Perjalan karir politik
wakil rakyat agar bisa tuntas satu periode harus, bahkan wajib, patuh pada
rambu-rambu politik.
Lebih esensial lagi dengan mengacu asas bahwa hukum
dibuat untuk dilanggar. Artinya pencitraan “tidak dapat diarahkan oleh siapa pun di dalam proses
pengambilan keputusan”, mengandung maksud atau dengan harapan ada dua alternatif :
Alternatif pertama, dalam praktiknya, kejadian yang terjadi adalah keadaan
perkara sebaliknya. Proses pengambilan keputusan bisa aman, lancar sesuai tata tertib
persidangan, karena semua pihak sudah melaksanakan aneka arahan. Terkadang
terjadi aklamasi dan tinggal ketok palu sepakat.
Alternatif kedua, sebagai promosi kepada pihak yang berpotensi “mampu,
cakap dan layak memberikan arahan”. Diharapkan dengan arahan dan segala
konsekuensinya, dapat memperlancar jalannya proses, prosedur pengambilan
keputusan. Semua pihak berperkara saling diuntungkan atau tidak ada pihak yang
merasa dirugikan.
Mau tak mau, wakil rakyat bak makan buah simalakama.
Harus memainkan peran ganda, antara sebagai wakil rakyat dengan peran utamanya
sebagai wakil partai politik.
Lingkaran
setan : ideologi – demokrasi – partai politik membentuk mazhab anyar yang
mendaulat dan memutlakkan dirinya sebagai bentuk kebenaran nyata yang tak dapat
diganggu gugat. Permainan belum usai dan
tak pernah rampung. Satu periode atau selama lima tahun, terasa cepat bagi wakil rakyat yang mahir dan ahli melakukan
praktik jual-beli arahan. Mungkin bagi wakil rakyat yang berkomitmen untuk
tetap menjadi dirinya sendiri, bak duduk di kursi panas. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar