Aparat
Pemda DKI Jakarta Bak Katak Rebus di Bejana Politik
Imbas, efek, dampak posisi status
sebagai ibukota negara sangat dirasakan oleh aparat pemerintah daerahnya. Gaya
kepemimpinan DKI-1 yang mulai dari militer, orang partai (2007, pilkada
langsung) sampai politisi sipil tanggung atau politisi seumur jagung menentukan
daya juang dan kehidupan birokrasinya. Aparat pemprov yang nyaris representasi
suku yang bisa ada dimana-mana memambah dinamika persaingan terselubung.
Akibat pilkada langsung, mesin politik
sangat menentukan jalannya roda pemprov Jakarta. Argo kuda kepentingan politik
dari parpol pendukung gubernur tercium aromanya. Terlebih dengan
diberlakukannya UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara, lelang jabatan sebagai
alasan formal gubernur untuk memberdayakan orang kepercayaannya.
Pasangan DKI-1 dan DKI-2 hasil
pilkada langsung pertama 2007-2012 pecah kongsi. DKI-2 mengundurkan diri.
Kondisi ini sebagai sinyal, pratanda, gejala bahwa slogan kampanye politiknya
‘Jakarta untuk Semua’ menjadi bumerang. Beda kejadian di periode 2012-2017,
aroma irama politik begitu kental dan menyesakkan nafas aparat pemprov DKI
Jakarta.
Penyelenggara pemerintahan tingkat
RT dan RW mendapat tunjangan jabatan dari APBD DKI Jakarta. Marbot masjid juag kecipratan
rezeki. Tak terhitung lembaga keagamaan yang mempunyai masa atau jamaah sudah
masuk dalam buaian ‘biaya politik’.
Trias politica, terkontaminasi aroma
irama politik non-lokal. Antara pemprov DKI Jakarta dengan DPRD DKI Jakarta,
bak kawan bergelut, berseteru untuk meraih nikmat dunia di lahan yang sama.
Bejana politik semakin gonjang-ganjing karena tindak turun tangan langsung
presiden beserta loyalisnya pada pilkada serentak Rabu, 15 Februari 2017.
Berbagai kasus berbasis penistaan agama oleh gubernur DKI Jakarta, semakin
membuat gerah aparatnya.
Stigma dan citra sang gubernur
bersih dari KKN, khususnya korupsi. Sebaliknya, kumuflase ini malah menunjukkan
ada bandar politik sekaligus pelaku ekonomi yang dikendalikan negara leluhur
ikut andil.
Di periode 2017-2022,
aparat pemprov akan digoyang oleh berbagai pihak agar tetap condong sukses
pilpres 2019. Rencana B, skenario cadangan akan digulirkan oleh ‘tangan tak
terlihat’. Aparat pemprov sebagai sasaran tembak pertama dan utama. Netralitas
PNS sejauh ini sudah teruji dari berbagai kepentingan politik. Namun akan mudah
goyah dengan rayuan ‘biaya politik’. Apalagi menyangkut prestis yang selama ini
sebagai kemudahan. Bak memakan buah simalakama. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar