Halaman

Kamis, 04 Mei 2017

Aparat Pemda DKI Jakarta Bak Katak Rebus di Bejana Politik



Aparat Pemda DKI Jakarta Bak Katak Rebus di Bejana Politik

Imbas, efek, dampak posisi status sebagai ibukota negara sangat dirasakan oleh aparat pemerintah daerahnya. Gaya kepemimpinan DKI-1 yang mulai dari militer, orang partai (2007, pilkada langsung) sampai politisi sipil tanggung atau politisi seumur jagung menentukan daya juang dan kehidupan birokrasinya. Aparat pemprov yang nyaris representasi suku yang bisa ada dimana-mana memambah dinamika persaingan terselubung.

Akibat pilkada langsung, mesin politik sangat menentukan jalannya roda pemprov Jakarta. Argo kuda kepentingan politik dari parpol pendukung gubernur tercium aromanya. Terlebih dengan diberlakukannya UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara, lelang jabatan sebagai alasan formal gubernur untuk memberdayakan orang kepercayaannya.

Pasangan DKI-1 dan DKI-2 hasil pilkada langsung pertama 2007-2012 pecah kongsi. DKI-2 mengundurkan diri. Kondisi ini sebagai sinyal, pratanda, gejala bahwa slogan kampanye politiknya ‘Jakarta untuk Semua’ menjadi bumerang. Beda kejadian di periode 2012-2017, aroma irama politik begitu kental dan menyesakkan nafas aparat pemprov DKI Jakarta.

Penyelenggara pemerintahan tingkat RT dan RW mendapat tunjangan jabatan dari APBD DKI Jakarta. Marbot masjid juag kecipratan rezeki. Tak terhitung lembaga keagamaan yang mempunyai masa atau jamaah sudah masuk dalam buaian ‘biaya politik’.

Trias politica, terkontaminasi aroma irama politik non-lokal. Antara pemprov DKI Jakarta dengan DPRD DKI Jakarta, bak kawan bergelut, berseteru untuk meraih nikmat dunia di lahan yang sama. Bejana politik semakin gonjang-ganjing karena tindak turun tangan langsung presiden beserta loyalisnya pada pilkada serentak Rabu, 15 Februari 2017. Berbagai kasus berbasis penistaan agama oleh gubernur DKI Jakarta, semakin membuat gerah aparatnya.

Stigma dan citra sang gubernur bersih dari KKN, khususnya korupsi. Sebaliknya, kumuflase ini malah menunjukkan ada bandar politik sekaligus pelaku ekonomi yang dikendalikan negara leluhur ikut andil.

Di periode 2017-2022, aparat pemprov akan digoyang oleh berbagai pihak agar tetap condong sukses pilpres 2019. Rencana B, skenario cadangan akan digulirkan oleh ‘tangan tak terlihat’. Aparat pemprov sebagai sasaran tembak pertama dan utama. Netralitas PNS sejauh ini sudah teruji dari berbagai kepentingan politik. Namun akan mudah goyah dengan rayuan ‘biaya politik’. Apalagi menyangkut prestis yang selama ini sebagai kemudahan. Bak memakan buah simalakama. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar