Tambatkan Hatimu Di Masjid
Kita wajib bersyukur,
banyak kejadian yang kita alami, sepertinya tidak masuk akal. Justru disaat
seperti itu, Allah sedang menyapa hamba-Nya. Seperti saat kita tak sengaja
mendengar perbincangan orang lain, rasanya seperti kita yang sedang dipergunjingkan.
Si pembicara tidak kita ketahui apalagi dikenal. Substansi yang sedang dibicarakan
mirip dengan kelakuan kita.
Waktu tunggu sholat isya’
di masjid, hati saya cuma bisa tersenyum merespon sentuhan sapa seorang jamaah
yang lebih berumur, ujarnya : “Bapak tampaknya spesialis jamaah subuh dan isya’”.
Terselamatkan oleh kumandang azan. Sapaan pertama ini terasa di hati dan seolah
ingin menyangkalnya. Tetapi sapaan ini berdasarkan fakta. Tidak bisa diperdebatkan.
Sibuk dengan rutinitas
harian berupa jalan kaki cepat dan menyehatkan. Jalan kaki pagi menghirup udara
segar yang belum terkontamninasi asap knalpot, belum terpolusi. Jalan siang
untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Jalan sore bermanfaat meredakan dan
menyeimbangkan emosi.
Sore itu musim kemarau,
saya meliwati lapangan yang usai membangun pompa air dan menara air. Warga masih
bebas mengambil air, walau antri. Menarik
perhatian saya, ada seorang bapak membawa gerobak berisi beberapa jerigen. Ukuran
jirigen saya perkirakan bisa menampung lebih dari satu galon air mineral.
Merasa diperhatikan,
sang bapak bercelana pendek tadi, tanpa basa-basi menanyakan umur saya. Mendengar
jawaban saya, kalau umur saya yang sudah berkepala enam, seusia Rasulullah saat
wafat, sang bapak hanya senyum yang agak menjengkelkan. Komentar sederhanya : “Koq
sedikit . . . “
Sambil mengisi
jirigennya, dia bilang usianya sudah berkepala delapan. Dengan senyum suksesnya
bilang jauh sebelum proklamasi sudah lahir.
Dibalik gaya omongannya
dengan bahasa desa-Jawa, masih terbukti fisik alaminya yang jauh di atas
rata-rata nasional. Karena semua jirigennya belum semua terisi, tanpa pamit
saya melanjutkan jalan kaki.
Dua kejadian di atas
terjadi selang waktunya tak jauh, walau ukuran bulan masih membekas. Apalagi kejadian
kedua, masuk musim hujan seperti jadi catatan dalam hati.
Sapaan atau pelajaran
dari Allah masih berlanjut. Ketika jalan siang usai dzuhur di rumah, ambil rute
di sepanjang jalan umum yang penuh dengan kendaraan motor, angkot, mobil
pribadi, dsb. Melewati lokasi pertokoan, di parkiran tampak seorang pejalan
kaki berteduh. Pakaian yang dikenakan memang sengaja untuk jalan kaki. Termasuk
topi dan handuk kecil. Seperti tersenyum dan menyapaku.
Sesekali bersilturahmi
dengan orang yang tak dikenal, karena ikatan emosi sebagai sesama pejalan kaki
dan usianya mungkin jika mengacu standar WHO masuk kelompok usia setengah baya
(66 – 79 tahun). Karena saya bilang jalan kaki saya bisa pagi, siang, sore atau
bahkan malam. kalau saya usai dzuhur sengaja jalan kaki. Beliau tidak
menanggapi.
Seperti biasa, saya
hanya menjadi pendengar yang bijak. Sesekali melempar umpan. Sang bapak memang
bercerita pengalamannya yang seperti menasehati. Saat masuk tema kewajiban
ibadah sebagai hamba-Nya, ketika saya cerita predikat saya sebagai jamaah
spesialis subuh dan/atau isya’, beliau cuma geleng-geleng kepala. Wajahnya mendadak
serius. Ikhwal ini ternyata menjadi dasar
pembicaraan selanjutnya, soal sholat berjamaah di masjid. Kata sang bapak
pejalan kaki tadi kalau lelaki harus jadi ahli masjid. Terlebih diusia yang
sudah mendekati liang kubur, yang sudah bau tanah, ujarnya.
Sambil menoleh ke
wajahku, beliau bilang : “Kalau bisa, usahakan jalan kaki siang setelah dzuhur
di masjid”. Lanjut beliau, “di antara waktu subuh dan isya’, ada waktu dzuhur,
waktu tengah hari”. Beliau berhenti seperti menunggu reaksi saya.
Melihat saya menyimak
wejangannya, beliau melanjutkan tuturannya : “Jika bisa dzuhur berjamaah di masjid,
in sya Allah seperti menambatkan hati kita di masjid”.
Jadi, mengacu tiga
kejadian di atas, secara pribadi menjadi pengingat bagi saya. Tepatnya, seperti
Allah memberi sinyal liwat orang lain. Sebagai mata rantai atau rangkaian betapa
seorang lelaki harus sebagai ahli masjid. Soal usia memang bisa jadi pemacu dan
pemicunya. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar