dilema
kembali ke Pancasila, luka lama vs pemain lama
NKRI yang didirikan di atas pondasi rakyat yang serba majemuk, multi, aneka
ragam, bukannya tanpa efek domino, tanpa efek berantai, tanpa efek
sampingannya. Seluas-luas rasa tepo sliro, sedalam-dalam jiwa toleransi,
sekuat-kuat ngelus dodo,
setingi-tinggi sifat pemaaf dan narima
ing pandum anak bangsa, namun jika tiap hari dihidangi, disuguhi bahkan
seperti dicekoki menu gonjang-ganjing politik, mau tak mau, akan menggoyahkan
sendi kehidupan bermasyarakat.
Pada gilirannya, rakyat tidak percaya lagi pada apa yang disebut aparat,
pejabat, konglomerat. Terlebih hak konstitusional rakyat hanya menjadi
komoditas politik elit parpol. Menjadi bahakn baku kepentingan politik sesaat
dan sesat. Peran, posisi rakyat hanya sebatas sesuai stigma uneducated people, permanent underclass, rakyat jelata sampai status sebagai penduduk,
warga negara yang rentan, riskan, rawan obyek politik adu domba penguasa maupun
pengusaha.
Dari segi tata negara, setiap pergantian pemimpin nasional, selalu masih
meninggalkan dendam, luka dalam, antipasti, alergi yang akan mewarnai wujud
demokrasi yang sebenarnya. Tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, hanya
diisi konflik kepentingan antar parpol yang terwakili di DPR, konflik
kepentingan pribadi antar penyelenggara negara.
Gumpalan dendam juga mulai menyembul timbul dari permukaan bumi Nusantara. Lokasi
komunitas penduduk yang terikat batas teritorial, yang sejak Orde Baru menjadi
obyek garapan Golongan Karya, akhirnya berkembang menjadi cikal bakal pola
disintegrasi negara dengan bentuk kerajaan kecil berbasis dinasti politik.
Jika semua asas politik yang ada di dunia tertampung di internal tubuh
partai politik, bukan hal yang tabu, memalukan atau tak sesuai dasar negara
Pancasila. Regenerasi atau penganekaragaman macam dan jenis partai politik,
hanya bisa dilakukan oleh masyarakat berpenghasilan dunia. Indonesia sebagai
penganut faham radikal bebas, maka intervensi investor politik memang sangat
dibutuhkan oleh pihak-pihak tertentu di dalam negeri.
Aroma irama syahwat politik bebas
aktif semangkin menjadikan bangsa ini dijajah, terjajah oleh kepentingan politik
bangsa sendiri. Generasi yang belum lahir pun sudah terbebani dosa politik yang
terus bergulir, menggelinding bebas bak bola salju. Akan memangsa siapa saja
yang dianggap layak dicap sebagai lawan politik. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar