Halaman

Selasa, 30 Mei 2017

dilema kembali ke Pancasila, luka lama vs pemain lama



dilema kembali ke Pancasila, luka lama vs pemain lama

NKRI yang didirikan di atas pondasi rakyat yang serba majemuk, multi, aneka ragam, bukannya tanpa efek domino, tanpa efek berantai, tanpa efek sampingannya. Seluas-luas rasa tepo sliro, sedalam-dalam jiwa toleransi, sekuat-kuat ngelus dodo, setingi-tinggi sifat pemaaf dan narima ing pandum anak bangsa, namun jika tiap hari dihidangi, disuguhi bahkan seperti dicekoki menu gonjang-ganjing politik, mau tak mau, akan menggoyahkan sendi kehidupan bermasyarakat.

Pada gilirannya, rakyat tidak percaya lagi pada apa yang disebut aparat, pejabat, konglomerat. Terlebih hak konstitusional rakyat hanya menjadi komoditas politik elit parpol. Menjadi bahakn baku kepentingan politik sesaat dan sesat. Peran, posisi rakyat hanya sebatas sesuai stigma uneducated people, permanent underclass, rakyat jelata sampai status sebagai penduduk, warga negara yang rentan, riskan, rawan obyek politik adu domba penguasa maupun pengusaha.

Dari segi tata negara, setiap pergantian pemimpin nasional, selalu masih meninggalkan dendam, luka dalam, antipasti, alergi yang akan mewarnai wujud demokrasi yang sebenarnya. Tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, hanya diisi konflik kepentingan antar parpol yang terwakili di DPR, konflik kepentingan pribadi antar penyelenggara negara.

Gumpalan dendam juga mulai menyembul timbul dari permukaan bumi Nusantara. Lokasi komunitas penduduk yang terikat batas teritorial, yang sejak Orde Baru menjadi obyek garapan Golongan Karya, akhirnya berkembang menjadi cikal bakal pola disintegrasi negara dengan bentuk kerajaan kecil berbasis dinasti politik.

Jika semua asas politik yang ada di dunia tertampung di internal tubuh partai politik, bukan hal yang tabu, memalukan atau tak sesuai dasar negara Pancasila. Regenerasi atau penganekaragaman macam dan jenis partai politik, hanya bisa dilakukan oleh masyarakat berpenghasilan dunia. Indonesia sebagai penganut faham radikal bebas, maka intervensi investor politik memang sangat dibutuhkan oleh pihak-pihak tertentu di dalam negeri.

Aroma irama syahwat  politik bebas aktif semangkin menjadikan bangsa ini dijajah, terjajah oleh kepentingan politik bangsa sendiri. Generasi yang belum lahir pun sudah terbebani dosa politik yang terus bergulir, menggelinding bebas bak bola salju. Akan memangsa siapa saja yang dianggap layak dicap sebagai lawan politik. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar