standar ganda atau wajah ganda pilar keempat demokrasi
Secara telinga pribadi,
milik sendiri titipan dari Allah, mungkin lupa-lupa ingat pernah mendengar
kalau media massa dianggap sebagai pilar keempat demokrasi, setelah trias politica : eksekutif – legislatif –
yudikatif. Setelah saya cari di internet, memang ada. Cuma beda penulisan yaitu
kekuatan keempat dan/atau kekuasaan keempat. Setali tiga uang.
Ingatan yang masih tersisa,
ketika Bung Karno pidato, enrah acara apa. Disiarkan langsung lewat RRI
Nusantara II Yogyakarta. Maklum zaman itu belum ada TV. Betapa ujaran Bung
Karno yang bilang kalau PKI (partai komunis Indonesia), khususnya dengan
kekuatan buruh-tani-nelayan minta dipersenjatai. Menjadi angkatan kelima
setelah ABRI saat itu.
Kita wajib bersyukur,
karena awak media massa tidak minta dipersenjatai.
Istilah pers,
jurnalistik, media massa dan sebutan lainnya, mereka seperti saudara dekat. Pokoknya
semua jenis pekerjaan yang memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK).
Perang konvensional
menggunakan senjata tajam, amunisi atau senjata api, mungkin sudah ketinggalan
zaman. Apa saja bisa menjadi senjata. Seperti perang antar bonek. Tawuran antar
anak didik, tarkam.
Asas Zionis yang berujar
ringan bahwasanya siapa yang menguasai media akan menguasai dunia. Praktiknya sudah
ada di NKRI.
TIK menjadi senjata yang
serbaguna, multimanfaat, anekafungsi. Minimal bisa menjadi pemacu dan pemicu
maraknya gerakan anti-demokrasi. pemerintah dimanapun atau pihak yang sedang
berkuasa, sudah tidak alergi dengan suara media. Bahkan menjadikan pilar
keempat demokrasi menjadi “anjing penjaga” baginya.
Kita harus selalu
waspada karena datangnya musuh bukan dari luar. Tetapi muncul dari media
penyiaran televisi di rumah sendiri. Bagi yang rajin membaca tayangan di media
daring, mendsos atau sejenisnya, menambah deretan melenggang kangkungnya virus
perusak peradaban.
Penjahat zaman sekarang
tidak harus seperti stigma memakai topeng, wajah seram dan menyeramkan, pakai
kaos bergaris hitam-putih, kekar, entha botak entah plontos. Tampilannya necis
nyaris perlente. Lalu, apa guna awak media pengisi acara, adegan, atraksi di
media layat kaca, yang tampak cerdas. Saking cerdasnya mereka yakin kalau
pemirsa, pendengar adalah kaum bodoh. Bahkan pariwara, iklan bergambar bersuara,
berujar, berkampanye bak di depan orang bodoh yang bisa dikibuli hidup-hidup.
Jangan dibilang terlebih
kalau media milik orang partai yang hidupnya demi berhala reformasi 3K. Apalagi
yang sedang dipelihara oleh penguasa untuk pencitraan sekaligus membungkam
lawan politik atau pihak-pihak yang berseberangan atau yang dianggap atau patut
diduga sebagai penghalang jalannya revolusi mental.
Senjata rakyat cuma berdoa,
agar bangsa dan negara ini selamat dari malapetaka dan murka Allah. Karena masih
banyak anak bangsa yang menegakkan hukum langit.[HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar