Halaman

Jumat, 05 Mei 2017

Monoton ala Jokowi vs Asu Rebutan Balung



Monoton ala Jokowi vs Asu Rebutan Balung

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengkritik pola kerja kementeriannya yang dinilai terlalu monoton dan hanya mengerjakan hal-hal rutin.

"Kita itu terlalu linier, monoton dan rutinitas," ujar Jokowi saat berpidato dalam acara pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Bidang Kemaritiman 2017 di Sasana Kriya, TMII, Jakarta Timur, Kamis (4/5/2017).

Presiden mengingatkan jajaran menterinya untuk meninggalkan pola kerja yang rutinitas dan monoton.

Menteri-menteri harus beralih ke pola kerja yang penuh kompetisi, kreatif serta penuh terobosan demi kemajuan negara.

"Kita harus berani meloncat. Kalau kita monoton terus seperti ini, ditinggal kita. Padahal kita juga pintar-pintar. Tapi kita terlalu linier, monoton dan rutinitas saja," ujar Jokowi.

Kendati ujaran kritik presiden Joko Widodo hanya ditujukan kepada para pembantunya, naumun cukup menggelitik telinga dan kuping rakyat jika mendengarkannya. Atau minimal membaca liwat media massa dan sejenisnya. Seperti yang saya lakukan dan kerjakan sebagai sumber inspirasi menulis.

Sudah rahasia umum kalau kementerian bekerja berdasarkan rencana strategis 2015-2019. Anggaran yang diterima berdasarkan kemurahan hati, keikhlasan dan kebijakan kawanan wakil rakyat di Senayan.

Dua kali perombakan cabinet kerja semakin membuktikan kalau antar menteri terjadi drama “asu rebutan balung” alias berdebat hal yang sepele tak ada yang mau mengalah.

Acara, atraksi, adegan di layar kaca, khususnya oleh media TV swasta uber setoran, kejar peringkat dan berbayar dengan getol menampilkan episode asu rebutan balung”. Seorang menteri yang tampil sebagai bintang tamu malah jadi bulan-bulanan kebiadaban si oknum pembawa acara, yang berlagak sok lebih pandai, lebih tahu.

Tak salah kawan jika media massa ditempatkan sebagai kekuatan keempat (the fourth estate) setelah trias politica : eksekutif, legislatif, yudikatif.

Praktik kekuasaan dan/atau kekuatan keempat malah menjadikan media massa sebagai sumber pemacu dan pemicu sentimen negatif rakyat, masyarakat, penduduk dan warga negara.

Tidak salah kalau media massa yang model beginian dan begituan, hidup dari bangkai demokrasi, hidup di atas kebodohan rakyat.[HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar