dilema dewa penyelamat ideologi, dapur berasap vs
kursi panas
Berbagai sebutan, mulai yang umum yaituTenaga Kerja
Wanita (TKW). Ada pihak yang menyebut dengan sebutan Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) Wanita. Agar tampak ilmiah, dalam berbagai artikel menggunakan istilah
buruh migran. Istilah buruh diperhalus dengan sebutan ‘pekerja’. Agar manusiawi
sesuai asas HAM.
Sebutan ‘pekerja’ naik pamor menjadi tersohor karena
terjadi seorang pekerja partai bisa menjadi presiden periode 2014-2019. Berkat jasa
sebuah partai politik, seseorang mendadak sontak mendapat durian runtuh alias “kéré munggah balé”. Betul, presiden kedua RI nyaris betah duduk di kursi
karena daya dukung dan daya tampung kendaraan politiknya yang loyalnya luar
biasa.
Tiap setahun sekali, tepatnya setiap tanggal 1 Mei – May Day, dirayakan sebagai
Hari Raya Buruh Internasional. Buruh se-Nusantara dipastikan akan turun gunung
atau keluar memenuhi jalan, mengisi ruang publik secara masal, masif. Melakukan
aksi unjuk rasa, aksi unjuk raga dan adu ujar dengan aparat keamanan. UU
21/2000 tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh, menjelaskan lewat Pasal ayat 1
ayat 6 :
Pekerja/buruh adalah setiap
orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Skala nasional menyimpulkan kalau buruh adalah tulang
punggung perekonomian nasional. Suara buruh akan berarti, tidak dipandang
sebelah mata oleh pengusaha dan/atau penguasa, bukan karena sekedar mampu
memobilisir diri secara sporadis. Nilai tawar pada daya mengorganisir diri. Bukti
buruh yang main politik, bisa berkibar. Minimal tahu posisi dan nilai tawar
berserikat, berfederasi, berkonfederasi yang dipraktikkan bukan ala kadarnya, sekedar
syarat formalitas. Buruh bukan sekedar alat politik. Di negara lain, buruh
sebagai kekuatan politik.
UU 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia di Luar Negeri, lewat Pasal 1 ayat 1-nya menjelaskan :
Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut dengan TKI adalah setiap
warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam
hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.
Di Indonesia terkini, nasib pekerja/buruh ideologi –
lepas ada fakta pekerja politik bisa menjadi presiden – secara historis dan
turun-temurun yang seolah sistem perwarisan, berada di antara dua kutub kontradiktif.
Sistem kapitalis berlaku di mental pekerja/buruh ideologi. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar