Halaman

Selasa, 23 Mei 2017

selalu ada dan kuasa namun tetap tiada di hati rakyat



selalu ada dan kuasa namun tetap tiada di hati rakyat

Penyelenggara negara (Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sesuai UU 39/1999) yang orang partai karena menang pesta demokrasi lima tahunan, tampilan memang tampak layak memimpin. Sudah terasah dan tergodok di dinamika partai yang berasaskan cepat, kuat, nekat yang dapat. Terlebih di tubuh parpol yang menerima semua asas, yang seolah kata dia pro-rakyat papan gilesan.

Siapa yang jadi kepala negara akan berkaitan erat dengan modus, pola tingkah laku pembantunya. Tidak juga. Apakah presiden dari sipil atau angkatan. Semua tergantung politik bagi hasilnya, balas jasa vs balas dendam.

Masih ingatkah kawan, betapa SBY dua periode 2004-2009 dan 2009-2014 dikadali oleh oknum bendahara umum PD, Nazarudin, plus ulah ketum PD, Anas Urbaningrum. Dua orang ini tenar karena akal bulus dan ilmu belut politiknya di atas rata-rata keberanian nasional. Tidak ada ego gender di PD. Kaum hawa terjebak belantara korupsi menjadi adegan sampingan atau efek antar sesama pemain tidak boleh saling iri. Semua punya kapling, lahan basah.

Merasa berkuasa ibarat duduk di atas ranjang paku berdiri, mau tak mau harus punya ilmu kebal. Kebal terhadap rongrongan dari bawah. Kebal sodokan dari landasan. Kebal goyangan dari dasar kekuasaan yaitu harapan dan kepercayaan rakyat pemilih.

Tahun pertama kuasa, sebagai pembuktian ilmu kebalnya. Tak kurang karena dari sono-nya sudah kebal, tahan banting dan anti gores. Saking kebalnya menjadikan dirinya pekak, budeg, tuli aspirasi dari sekitar. Tak mampu mendeteksi sejak dini fenomena lingkungan sekitar. Kacamata moralnya tak mampu membaca fenomena alam, lebih terpaku pada analisa angan-angan politiknya.

Stadium berikutnya adalah malah dengan gagah menantang suara langit. Hidup di dunia tak hanya sekedar singgah menumpang makan dan minum apalagi menunggu fajar berkibar, tetapi membentuk kerajaan bumi. Inikah ciri watak syahwat politisi kedaluwarsa. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar