Indonesia
Surplus Penganut Berhala Reformasi 3K
Tanpa memijat urat nadi sejarah
reformasi, penyakit politik atau dosa politik semakin menyengat. People power atau gerakan berbagai
elemen masyarakat, aneka kasta rakyat, serba klas penduduk maupun warga negara,
yang dipelopori insan akademis sampailah ke klimaksnya. Bergulirnya semangat
dan jiwa reformasi dimulai dari puncaknya, 21 Mei 1998, ketika penguasa tunggal
Orde Baru, Suharto, menyataken daripada dirinya mundur daripada sebagai presiden
kedua RI.
Pergerakan berkemajuan peradaban ideologi
atau politik mengerucut menuju satu dimensi. Belum kembali ke pola politik animisme
maupun dinamisme. Denyut syahwat politik malah memadukannya sekaligus mendaulatnya
menjadi berhala reformasi 3K (kaya, kuat, kuasa). Partai
politik dengan ideologi tertutup, dengan ciri utama ketua umum mempunyai hak prerogatif.
Kaderisasi dengan asas kader jenggot atau faktor keturunan, karbitan atau
sebagai pemodal.
Aroma irama biaya politik terdeteksi
sejak sebuah parpol dideklarasikan serta sudah mengantongi sertifikat uji layak
jalan dari Kemenkum dan HAM. Argo kuda kepentingan politik menjadikan pihak
yang dirangkul bebas merasa tersanjung.
Jerawat politik muncul karena
eksisnya berhala reformasi 3K ternyata banyak saingan antar penganutnya. Bapak
Pembangunan Suharto mahir mengendalikan Golkar sebagai kendaraan politiknya,
sehingga mampu bertahan dengan legitimasi 6x pemilu.
Gonjang-ganjing politik dalam negeri
ditandai warna asing sudah merasuk. Mulai dan diawali dari pilkada lansung DKI
Jakarta 2012-2017. Tentunya diimbangi masuknya TKA dari daerah pinggiran,
terpenci, perbatasan dan kepulauan dengan dalih masuknya modal asing. Tindak turun
tangan lasngsung presiden ke negara pemasok TKA, sebagai bukti bahwa Indonesia
membutuhkan potensi asing untuk mendongkrak pamornya. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar