Halaman

Rabu, 03 Mei 2017

Utang Luar Negeri (ULN), Prestasi Khusus Jokowi-JK





Utang Luar Negeri (ULN), Prestasi Khusus Jokowi-JK


Menyimak isi Laporan “2 Tahun Kerja Nyata Jokowi-JK” produk www.kerjanyata.id, terdiri atas 72 halaman (termasuk halaman depan dan halaman penutup dengan tera kata “terima kasih”), memang tampil atraktif dan komunikatif. Bisa sebagai acuan yang layak dipercaya. Sebagai hasil kerja keras tim penyusun yang tidak dicantumkan. Sayangnya, laporan dengan format pdf diprotek karena sedemikan “rahasia” sehingga tidak bisa di-find apalagi di-copy paste.

Dari Isi Laporan yang meliputi Pendahuluan, Indikator Utama Pembangunan Ekonomi serta Tiga Fokus Utama (i. Infrastruktur; ii. Pembangunan Manusia; iii. Kebijakan Deregulasi Ekonomi), tidak terbaca adanya kata kunci : Utang Luar Negeri (ULN).

Saya telusuri halaman demi halaman, sampai “Topik Khusus” (sejumlah topik  yang menonjol pada pemerintahan) yang mulai halaman 38 s.d selesai, tetap tak tercantum kata kunci ULN. Anggap saja sebagai kelalaian tim penyusun, atau sulitnya mendapatkan data dan informasi akurat dari pihak yang berkompeten atau bahan sudah siap namun laporan sudah terlanjur di dapur cetak. Asal jangan dianggap tidak penting, menjadi tidak pantas untuk disajikan, dibahas dan dibanggakan. Memang di Laporan, bersumber atau diolah dari beberapa K/L.

Apa iya ULN bisa sebagai “sangat rahasia” sehingga bukan untuk konsumsi umum, santapan publik, menu rakyat.

Ayo kita buka laporan atau buku lain.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015-2019, memberikan sinyal bahwa untuk mewujudkan ekonomi yang lebih mandiri dan mendorong bangsa Indonesia ke arah yang lebih maju dan sejahtera, diperlukan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Untuk itu, perlu diupayakan bebagai langkah yang serius dalam mendorong investasi, ekspor, konsumsi, maupun pengeluaran pemerintah (goverment expenditure).

ULN Indonesia, seolah seperti panggilan hati penguasa setiap pemerintah dan/atau periode pemerintah. Mulai dari zaman Orde Lama sampai periode sekarang. Budaya utang malah tersirat dan/atau tersurat menjadi struktur utama dan postur APBN.

Seperti kita ketahui bahwa penjelasan Struktur Pendapatan Negara dan Hibah menyebutkan penerimaan negara dalam APBN terdiri atas penerimaan dalam negeri dan penerimaan pembangunan.

Penerimaan dalam negeri merupakan penerimaan yang dihimpun dari sumber-sumber dalam negeri yang terdiri atas penerimaan migas dan non-migas, di mana penerimaan migas terdiri dari penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak.

Sedangkan penerimaan pembangunan pada dasarnya merupakan penerimaan yang berasal dari luar negeri. Penerimaan ini sebenarnya merupakan pinjaman/utang luar negeri, tetapi diperlakukan dan diadministrasikan dalam APBN sebagai penerimaan.

UU tentang APBN 2017 malah menerapkan klausul Pemerintah dapat melakukan pembayaran bunga utang dan pengeluaran cicilan pokok utang melebihi pagu yang ditetapkan dalam Tahun Anggaran 2017.

Jangan lupa dengan apa yang dimaksud “rupiah murni pendamping” adalah dana rupiah murni yang harus disediakan Pemerintah untuk mendampingi pinjaman luar negeri.

Kendati ada aturan main yang praktiknya malah menjadi penyakit turun termurun utama yaitu bahwa Proyek yang diusulkan untuk dibiayai dengan Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN) bukan merupakan proyek yang dibutuhkan dan mempunyai prioritas tinggi sesuai kebijakan, sasaran dan program pembangunan.

Apakah karena politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, sehingga untuk menjaga krédibilitas negara, wibawa negara di mata dunia atau pemerintah lain, mau tak mau, seperti wajib mengikuti jebakan, jeratan aturan main negara/lembaga kreditor. Indonesia secara aktif merayu investor asing agar berkiprah nyata di Nusantara. Begitu giat dan semangat sampai presiden menjamin dengan dukungan kebijakan yang memihak sekaligus memberikan kemudahan bagi investor asing, penanam modal asing.

Tindak turun tangan presiden Jokowi untuk membuktikan bahwa Indonesia sebagai negara ramah-investor atau investor-friendly, cukup terbukti, nyata dan terukur. Pertumbuhan investasi Cina di Indonesia yang meningkat lebih dari 300 persen atau senilai 2,7 miliar dolar Amerika Serikat sejak 2015 lalu. Pada 2016 lalu, Cina menempati posisi ketiga sebagai investor terbesar di Indonesia di bawah Jepang dan Singapura. Padahal pada 2015 lalu, Cina hanya menempati posisi kesembilan. Minat investor Cina untuk berinvestasi meningkat setelah Presiden Cina Xi Jinping mengunjungi Indonesia pada 2013 lalu. Jokowi sendiri setidaknya telah lima kali bertemu dengan Xi Jinping. Keduanya diprediksi akan bertemu kembali dalam forum ekonomi internasional One Belt, One Road yang digagas Cina. Forum tersebut rencananya digelar pada 14-15 Mei mendatang. (sumber : REPUBLIKA.CO.ID Sabtu , 29 April 2017, 13:56 WIB)



Ientu, pemanfaatan pinjaman luar negeri diselenggarakan dalam kerangka kerjasama pembangunan (development cooperation) yang dilaksanakan melalui alih ilmu pengetahuan dan teknologi (transfer of knowledge), mendorong tumbuhnya investasi (investment leverage) dan kerjasama internasional baik melalui forum bilateral maupun multilateral (international cooperation). Namun demikian, dalam pemanfaatan pinjaman luar negeri perlu diperhatikan aspek biaya dan resiko termasuk terms and conditions dan resiko nilai tukar. Ada beberapa risiko terhadap prospek ULN karena adanya ketidakstabilan di pasar keuangan global dan potensi naiknya suku bunga dan nilai tukar semakin terdepresiasi. (67% dari ULN Indonesia adalah dalam mata uang USD, 8,5% dalam Yen Jepang, 18% dalam Rupiah, serta sisanya dalam mata uang asing lainnya).

Jangan lupa terakhir, ULN Indonesia adalah utang luar negeri pemerintah, bank sentral dan swasta. Berdasarkan laporan Bank Indonesia (BI) ULN Indonesia pada akhir kuartal III 2016 sebesar 325,3 miliar dolar AS (sekitar Rp 4.358 triliun). Jumlah ini mengalami kenaikan 7,8 persen dibandingkan periode sama pada tahun lalu (year on year/yoy). 

Bandingkan dengan berita lama : Data terbaru yang dirilis Bank Indonesia (BI), pada Maret 2014 porsi utang luar negeri (ULN) Indonesia mencapai US$ 276,5 miliar, setara Rp 3.156,8 triliun. Besaran utang ini melonjak 8,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Komposisinya, ULN sektor publik mencapai US$ 130,5 miliar dan ULN sektor swasta US$ 146,0 miliar (Kompas.com, 23/5/2014).

Jadi, dengan mengacu kemanfaat ULN, yang diskenario selalu dalam grafik meningkat, diharapkan hasil pembangunan selama periode 2014-2019 semakin bisa dirasakan oleh semua penduduk sampai daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan.  Terlebih, konsep dan terminologi ULN didefinisikan sebagai utang penduduk (resident) yang berdomisili di suatu wilayah teritori ekonomi kepada bukan penduduk (non resident). [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar