Halaman

Selasa, 30 Mei 2017

gonjang-ganjing Pancasila, narima ing pandum vs cupet lelakon



gonjang-ganjing Pancasila, narima ing pandum vs cupet lelakon

Tak salah jika kita dengar kata ‘petani’, bayangan kita langsung mengarah pada sosok orang yang bekerja di sawah, menanam padi, dst. Dilengkapi dengan kerbau menarik bajak. Sawah terhampar luas. Mulai menguning nyaris bersamaan. Musim panen sibuknya para pihak terkait hasil panen.

Jarang ada yang tahu ada istilah baku : rumah petani tanaman padi (padi sawah atau padi ladang) serta ada rumah tangga petani hortikultura (sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias  dan  tanaman obat-obatan). Kalau mau dikupas lebih jauh, dalam, malah bikin bingung untuk awam. Serahkan kepada ahlinya, biar hidup kita tenang. Apalagi kalau bukan kapling kita.

Tapi kalau mau tahu saja dan/atau mau tahu sekali tentang Pancasila, mau tak mau harus menyamakan persepsi dengan semua elemen rakyat, komponen masyarakat, unsur penduduk, anasir warga negara di Nusantara.

Kita secara tak langsung masuk kategori pe-Pancasila. Apakah karena panggilan tugas, syarat administrasi, menggugurkan kewajiban, sebagai target dasar, atau bisa juga yang sifatnya mendasar lainnya.

Pancasila sebagai dasar negara, sebagai ideologi nasional dan rincian akademis, yuridis lainnya, apakah mampu sehingga antar anak bangsa ada semacam ikatan moral. Minimal sama-sama mencari makan di negara Pancasila.

Konon, perjalanan sejak lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945, sampai sekarang, tak luput dari arus nafsu petinggi partai sampai pengejawantahan ambisi politik penguasa.

Ada yang sifatnya moderat, bisa berada di tengah judul, yaitu ada kelompok penghuni kamar partai politik yang berkelakuan ala krido lumahing asto.[HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar